Wisata
Berpetualang di Rimba Budaya-Panorama
Aroma menyegarkan bungasari pinus meksiko (pinus montecumae) tercium. Harumnya mengalahkan parfum apa pun. Sayup-sayup terdengar perenjak jawa (prinia flaviventris) berkicauan seolah mengajak pengunjung masuk lebih dalam.
Suasana hutan belantaraini dapat kita temui di Taman Hutan Raya Ir. Djuanda, Lembang. Tempat yang dijuluki ”surga” bagi para penyuka hobi petualangan, tracking, botanis, dan geologis. Keindahan panorama alam dan air terjun di tiga titik berbeda layak dikunjungi para wisatawan.
Kawasan seluas 526,98 hektar ini bukan hanya tempat konservasi flora dan fauna, melainkan juga situs arkeologi dan prasejarah. Jika anda berkunjung ke sini, jangan kaget jika menemui museum berisi berbagai artefak macam kapak batu hingga mata panah. Wilayah yang terletak di Cekungan Bandung ini merupakan salah satu situs prasejarah.
Jika itu belum cukup merangsang keingintahuan kita tentang sejarah, mampirlah ke Gua Jepang, 400 meter dari museum. Atmosfirnya dingin dan gelap, sekelam nasib pribumi yang terkena kerja paksa (romusha)-pembuat gua seluas 350 meter persegi dan memiliki 4 pintu dan tiga lorong itu. Gua yang dibuat tahun 1942 ini merupakan tempat persembunyian tentara Jepang dari Sekutu.
Petualangan sejarah-budaya tidak berhenti hanya di situ. Sekitar 300 meter timur laut dari sana, kita akan menemukan gua buatan lagi. Kali ini, Belanda-lah pembuatnya. Gua yang strukturnya dibuat tahun 1941 ini ketika itu difungsikan sebagai pusat stasiun radio telekomunikasi militer Belanda. Jika anda berani, coba telusuri ruang interogasi dan sel tahanan di salah satu sudut gua ini dengan penerangan secukupnya. Dijamin, bakal muncul sensasi yang menegangkan.
Perasaan lega muncul begitu keluar dari gua, seiring terlihatnya kembali cahaya matahari. Namun, jangan buru-buru membuang peluh. Petualangan belum berakhir. Kali ini, persiapkan bekal secara matang. Air mineral, makanan ringan, dan jangan lupa, kencangkan tali sepatu tracking anda. Karena, petualangan berikut ini tidak akan kalah mendebarkan.
Hanya dengan tiket masuk senilai Rp 3.000 per orang, anda bisa menikmati pula petualangan tracking ria sambil mengamati panorama alam di sekitar Tahura Ir. Djuanda. Jika punya fisik yang baik, jangan ragu-ragu melewati rute jogging track Pakar-Maribaya ke arah utara sejauh 6 kilometer. Perlu dicatat, nyaris tidak ada satu pun penjaja makanan di sepanjang jalur track. Kecuali, saung-saung kosong tempat istirahat. Maka, perlu bekal memadai.
Pacu adrenalin di jembatan
Di sepanjang jalan, kita bisa menikmati gemericik air sungai bersahut-sahutan dengan kicau jalak suren (sturnus contra) atau perkutut (geopelia striata). Sesekali akan terdengar pula gonggongan anjing kampung menyalaki kera-kera ekor panjang (macaca fascicularis) yang memunguti remah-remah makanan pengunjung. Jika anda beruntung, sesekali terlihat spesies dilindungi elang ular bido (spilornis cheela).
Menyusuri jalan setapak yang kadang berupa paving block sesekali tanah becek memang tidaklah mudah. Namun, peluh atau tumit kaki yang lecet tidak akan sebanding dengan apa yang didapat, yaitu pemandangan air terjun Curug Omas Maribaya. Segala rasa letih dan haus akan sirna tatkala percikan air terjun yang mengalir deras membasuh muka dari kejauhan.
Jika sudah sampai di siini, jangan lewatkan kesempatan menyeberangi jembatan gantung berwarna kuning persis di bawah air terjun. Perlu nyali besar melewatinya sambil memandang ke bawah. Adrenalin dijamin bakal mengalir sederas aliran air terjun setinggi 30 meter !
Menikmati jagung bakar ditemani kopi hangat setelah berendam di kolam air panas Maribaya, Lembang, yang letaknya hanya 200 meter dari Curug Omas bakal menjadi penutup yang sempurna petualangan akhir pekan anda di Tahura Djuanda.
Jika belum juga puas, silahkan berbalik ke puncak bukit di arah tenggara untuk melihat sebuah mahakarya pencipta bernama Patahan Lembang. Sebuah ngarai menakjubkan yang konon mengancam jutaan warga Kota Bandung manakala terjadi gempa besar di wilayah ini.
Selayang Pandang
Taman Hutan Raya Djuanda merupakan satu-satunya hutan kota di Kota Bandung. Bisa dikatakan pula sebagai taman hutan raya yang pertama di Indonesia. Diresmikan pada 14 Januari 1985 oleh mantan Presiden Soeharto. Taman hutan yang namanya diambil dari tokoh pahlawan asal Jawa Barat asal Tasikmalaya Ir. Djuanda ini merupakan aset tidak ternilai bagi Indonesia, khususnya Kota Bandung.
Selain penyangga resapan air, daerah yang terletak di ketinggian 700-1.300 meter di atas permukaan laut ini merupakan ekosistem dari berbagai flora dan fauna, baik yang endemic maupun tidak. Berdasar hasil inventarisasi per 2003, tercatat sedikitnya 9 fauna khas di tempat ini, antara lain burung kacamata (zoeterops palpebrosus) dan bondol jawa (lonchura leucogastroides). Ditemukan pula 112 spesies tanaman dari 40 famili.
Tempat ini juga merupakan obyek cagar budaya. Sebagai situs purbakala dan prasejarah. Di tempat ini ditemukan sejumlah artefak dan berbagai prasasti, salah satunya Prasasti Thailand, yang ditemui di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung. Pada zaman penundukkan kolonial Belanda dan Jepang, wilayah Tahura Djuanda ini menjadi benteng perlindungan mereka.
Kawasan yang masuk wilayah Perum Perhutani ini secara operasional dikelola otorita Balai Pengelolaan Tahura sejak 2003. Saat ini, terdapat sedikitnya 11 titik andalan wisata di tempat ini termasuk Gua Jepang dan Curug Lalay. Di musim penghujan, hutan ini kerap terkena longsor. Sehingga, di sejumlah titik tebing, termasuk lintasan jogging track terpaksa diberi beronjong atau penahan.
Tahuran Ir. Djuanda saat ini memiliki empat buah pintu masuk. Masing-masing di PLTA Dago, Bukit Pakar (dua buah), dan Maribaya. Wilayah hutan ini terinterkoneksi dengan sejumlah obyek wisata lainnya macam Maribaya, Ciater, dan Tangkuban Parahu. Selain mes dan panggung, Tahura Djuanda juga memiliki fasilitas pendukung lainnya macam kolam, taman bermain, dan lapangan tennis.(Copyright On Kompas)
No comments:
Post a Comment