Sunday, May 11, 2008

Menikmati Warisan Hijau di "Kota Taman"


Menikmati Hijau di Warisan ”Kota Taman”

by : Yulvianus Harjono (Kompas Daily, Desember 15, 2007)

Pada masa lalu, Bandung tergolong kota paling hijau lestari se-Nusantara ini. Meminjam istilah Sir Thomas More (1516), kota ini patut dijuluki ”kota taman”. Bandoeng Vooruit-perkumpulan arsitek, perancang kota dan penata kebun bahkan menjadikan kota kembang ini sebagai laboratorium taman tropis Indonesia.(Haryoto Kunto,1986)

Pada 1930-1935, taman-taman kota di bandung disulap sebagai mini botanical garden, layaknya Kebun Raya Bogor yang banyak. Tengok saja sisa warisannya macam Taman Lalu-Lintas (Insulindepark), Taman Maluku (Molukkenpark), Taman Pramuka (Oranjeplein), dan Taman Ganeca (Ijzermanpark). Cukup jadi bukti julukan kota taman sempat eksis, tidak merujuk konsep lalu-lintas jalan semata.

Ketika itu, Bandoeng Vooruit lewat maestro Hendrik Petrus Berlage merumuskan taman sebagai public domain. ”Oase dalam kota. Terbuka. Tempat warga berleha-leha sejenak, mengakrabkan diri dengan alam atau sekedar mencari ilham,” demikian tulis sang kuncen Bandung Haryoto Kunto dalam buku ”Semerbak Bunga di Bandung Raya”.

Lewat hampir seabad kemudian, fungsi taman dan ruang terbuka hijau (RTH) di kota ini tidak banyak berubah. Tidak hanya udara segar, melainkan juga menyokongi berbagai perikehidupan manusia yang ada di sekitarnya. Satu persatu taman kota berganti fungsi atau hilang. Namun, satu demi satu pula bermunculan yang baru.

Taman Cilaki, formalnya disebut Taman Lanjut Usia, salah satunya. Taman yang dibuat tahun 1983 berkat usaha patungan para pengusaha di Jabar ini tidak hanya menjadi paru-paru kota terdekat simbol pemerintahan di tatar priangan ini, melainkan juga tempat berkumpulnya lintas-generasi dan golongan yang melakukan beragam aktivitas.

Coba tengok saja tiap pagi, pukul 05.00 – 10.00 WIB. Jompo, ABG, kaya, miskin, pengusaha, gelandangan, botanikus, peneliti, siswa bolos sekolah, semua ada di sini. Bagi mayoritas warga, Taman Cilaki dikenal tempat favorit berjogging ria. Akhir pekan, jadi ”surga” pengail rezeki macam pedagang pasar kaget, penjaja makanan, hingga penyewa kuda tunggang.

”Mau tahu empat rahasia sehat ? Turuti anjuran dokter dan jangan lupa minum obat. Serta, olahraga teratur dan hilangkan stres. Nah, dua dari rahasia itu bisa kita dapat dari tempat ini,” ucap Herman Surjadi (70), pengunjung Taman Cilaki bijak. Herman bisa dibilang sebagai kokolot di taman ini.

Hampir tiap hari ia rutin ke sini. Menikmati udara segar bersama rekan-rekannya dan ngobrol ”ngalur ngidul”, bisa membuatnya lupa sejenak akan umur atau kondisi jantungnya yang telah di-by pass. ”Di tempat ini, entah kenapa, meski saya jogging lama, kok tidak pernah terasa capek. Apalagi, ada variasi tanjakannya di trek ini, ujar Agus Kostaman (43), pengunjung lainnya.

Riva Amira (23), mewakili kaum muda, menepis anggapan public space macam Taman Cilaki itu identik dengan lansia. Karena, sama-sama membutuhkan udara segar dan kesehatan. Dua fasilitas yang disediakan di tempat ini. ”Daripada treadmill, saya jauh lebih suka ke sini. Oksigen segar ini belum tentu ada di tempat lain,” tutur cewek indo berparas cantik ini.

Terapi ”Stroke”

Udara segar, pemandangan hijau, dan ruang lapang yang disediakan RTH ternyata juga berkhasiat memberi efek stimulus terapi stroke. Di pagi hari, di sebuah sudut yang banyak terdapat bunga kana (canna indica) berwarna kuning dan merah jingga serta tanaman hias lainnya pada Monumen Tegallega, akan kita jumpai para penderita penyakit pembunuh no.1 di dunia ini berjuang mengatasi kelumpuhan.

Salah satunya, Gatot Prana Jaya (68), pria berkusi roda yang lumpuh bagian otak kanan-nya (saraf motorik kiri). Isterinya, Fransiska (66) sengaja membawanya ke tempat itu dengan harapan agar Gatot termotivasi mengatasi kelumpuhannya.

”Sebab, di tempat ini, banyak kenalan baru yang sebagian juga pernah terkena strok. Mereka sering memotivasi dan juga memberi masukan. Tidak sedikit yang lumpuh bisa jalan kembali,” ujarnya.

Patut dicermati, berdasarkan penelitian, per hektar RTH yang ditanami pepohonan keras atau rindang mampu memasok 240 kg oksigen udara. Jika tiap orang membutuhkan oksigen 1,5 kg per harinya, bisa dibayangkan berapa ratus hektar idealnya RTH yang kini dibutuhkan ?

Mengingat, Bandung kini kian heurin ku tangtung dengan populasi 3 juta orang. Saatnya mengembalikan citra Bandung sebagai kota taman paling lestari !(Kompas Copyrigtht)

No comments: