Sunday, August 17, 2008

Nostagia Angkringan di Bandung


Here we goes....
Serve a new stories for u all!!
Enjoy it!!

Primordial...Sebuah kata yang sering kita dengar sehari-hari di telinga kita...
Dalam buku ajar, berbagai literatur, dan wejangan guru-guru PPKN yang sering kita dengar, chauvinis (kesukuan, dsb) adalah hal yg tidak dianggap tdk baik...
Pdhl, faktanya, chauvinis ini demikian nyata di dalam kehidupan kita sehari-hari...Dia menjelma dlm berbagai bentuk. Nepotisme, persahabatan, sampai ke hal kecil macam frenchise alias jaringan warung makan ala tradisional punya!! Sebut saja burjo, warung padang, warteg, lapo, dan warung nasi sunda...
Lidah kita pun secara sadar atau tidak sadar menuntun kita ke gejala primordial.
Gak percaya?? Tengok ke diri pribadi sendiri aja. Pernahkah suatu ketika kita berada di suatu daerah (di luar neigborhood atau t4 kelahiran), mesti merindukan tempat2 dimaksud...Bukan hanya jenis makanan, tetapi suasana yg mengantarkan kita ke romantika nostalgia...
Baru2 ini saya tengah merasakannya....
Sebuah kesan mendalam, nostalgia, yg muncul dari sebuah gerobak dorong yg populer : angkringan. Di Bandung, tempat makan khas tradisional dari daerah jawa (jateng dan jatim) ini memang tdk-lah common. Dan, saya pun sebelumya tdk pernah menyangka warung yang disebut HIK (Hidangan Istimewa Kampung) di Solo atau dikenal pula dgn nama Wedangan di bagian jawa lainnya ini betul2 eksis di ibukota priangan ini!!!
Adalah reuni pula yg mengantarkan saya ke tempat makan favorit saya di jaman perjuangan (kuliah) dulu ini. Tempat nongkrong paling asyik ini ditunjukkan seorang kawan dari kawan. Ia mengambil program doktor di ITB. Seorang jawa (maaf primordial) tulen pula..
Tidak disangka, di deket kawasan Balubur (ITB) ternyata berdiri sebuah angkringan. Selama saya tinggal 3 thn di Bandung, tdk pernah sadar ternyata ada juga angkringan. "Memang baru-baru ini (buka)," ujar kawan saya seolah-olah menjawab keheranan saya...
Rasa antusiasme sangatlah meluap2 saat tahu dan berpindah ke angkringan itu.
Apalagi, bbrp menit sebelumnya, saat nongkrong berempat (orang) di tempat sebelumnya, Jumat malam itu, kami sampai harus menelan ludah. Bayangkan, bisa2nya kami diusir dari sebuah warung makan tenda lokal krn si pelayan beralasan warung itu diantre!!! Untung saja, kami2 ini sabar dan berintelektual tinggi (caelah) sehingga tdk tersinggung dgn pengusiran itu...
Sungguh, sebuah perlakuan yg tidak ramah!!!
Akhirnya, asa utk meluangkan waktu bereuni ria di kota "orang" dilanjutkan ke tempat nongkrong lainnya : si warung angkringan!!

Bentuknya sungguh tidak jauh beda dengan angkringan2 pada umumnya. Lengkap dgn gerobak, roda, kursi2 panjang, dan tikar2 yang digelar buat "lesehan"...Menu yang disajikan pun tdk jauh beda. Ada sang pamungkas sego kucing dgn ragam variasi isi (meski yg satu ini terlihat lebih kecil) dengan berbagai lauk macam jeroan seperti sate usus dan ati, serta gorengan. Tidak lupa, berbagai minuman penghangat maca wedang jahe, teh, dan kopi. Dan, semuanya itu disajikan hangat berkat anglo tradisional yg ikut dibawanya....
Tidak terasa, satu persatu lauk, nasi kucing pun habis tersantap. Tidak terasa jika malam itu tengah dingin-dinginnya. Dihangatkan suasana nostalgia dan keakraban para penikmat angkringan. Dosen, wartawan, PNS, guru, sampai mahasiswa (ITB tentunya) cair dalam suasana
yang hangat saat itu. Semua saja bisa bebas tertawa hingga sumpah menyumpah ala jawa. Tidak ada table manor, tdk ada sungkan kaki kita di angkat hingga ke atas bangku. Tdk ada yang akan menegur atau mengingatkan kita terlalu lama di sana...
Semuanya tersaji dalam bungkus egaliter dan kehangatan bersamaan masuknya seteguk jahe susu hangat di kerongkongan saya. Pikiran saya pun warping ke suasana delapan thn lalu saat masih menimba ilmu di Solo. Seorang kawan bercerita ttg pengalaman berkeliling dunia saat menimba ilmu. Namun, tdk pernah bisa menandingi kesan spesial seperti kehangatan saat "nongkrong" di warung sederhana macam ini ini di sebuah daerah di Yogyakarta....
Perasaan sama yg saya alami. Bagi saya sendiri, angkringan, HIK, wedangan, atau apa pun orang menyebutnya, bukan sekedar sebuah tempat makan yang menghilangkan dahaga. Di tempat inilah saya pernah menghabiskan waktu bersosialisasi, belajar bahasa jawa, dan memahami kultur jawa. Tempat yang paliung nikmat untuk curhat sekaligus pula belajar. Tempat yang pernah saya gunakan bersama kawan2 untuk merancang sebuah ide liar ttg "pergerakan" di kampus....Saat di Solo pun, tdk pernah terpikir utk jenuh menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan sampai menunggu ayam berkokok di tenpat ini bersama kawan2...
Di sekitar Kampus Universitas Sebelaws Maret (UNS) ada sejumlah spot angkringan favorit saya. Sebut saja di belakang NH yg kadang dilengkapi televisi saat hari2 ramai bola, ada pula di depan kampus, di belakang kampus, di dekat Bonbin, di belakang kampus STSI Surakarta, Pak Gimun "Asrama UNS" dan yang tersering Pak Slamet di depan Kos Argo Lawu di Ngoresan, Jebres (miss the "rica-rica ayam")....
Sebuah tempat saya mengasah rasa, karsa, sekaligus intelektualitas...Sebuah melting pot yang menyatukan keragaman pola pikir, bahasa, suku dalam satu ragam budaya primordialisme dan egaliter!!! Hal-hal besar yang hanya muncul dari sebuah kesederhanaan tempat warung makan yang murah dan meriah.
Sebuah gugatan dan refleksi ttg makna primordial itu sendiri....

(foto hanyalah ilustrasi..dasar sial poto-nya terhapus en lum sempet mampir ke sana lagi)

Welcome Back!!!

Fuihh, it's been so long time since the last posted that i had made a half month ago...
Just like i had ever worried, it seems that I had neglecting this site....
Many ideas and topic has acrrosed in this mind. But, unusual, dunno yet find how to transfer it into a good story. Seemly i have stopped to using my sharp "heartpen" to sharing mind and other actually feeling...
Common says it a vacum period...
"Never open, share ur feelings, at blog!" my friend said. Yup, he's right...It's dazzling, but unfortunately, everything that i ever wrote on it (blog) such as poet or poem, become anticlimacs! Can't explain it...But, actually, it is the main reason...
So..,even someone had request me for make an another poet, i thinks it's too difficult to accept. Because, i had promise, not become too melankolic person again...

But, i'm here now...In a middle of routinity that will never end...
Even more, it strictly at the day of Independence! A special day for Indonesian and off course our ancestors...Also an awakening days for re-born, re-boost and regain hope!!!

So, i choose to still using my heartpen to write...welcome new spirit!!

Spesial ”Delivery Order” Sambangi KPU


Angen-angen

Spesial ”Delivery Order” Sambangi KPU

Kesibukan terlihat di Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung, Jalan Soekarno-Hatta No. 260, Bandung siang itu. Orang pun lalu lalang di kantor yang akhir-akhir ini lagi ramai-ramainya dikunjungi menyusul hajatan politik pemilihan wali kota Bandung. Mulai dari petugas pemilihan suara, aparat intelejen kepolisian, pengurus partai politik, hingga insan pers silih berganti berdatangan.

Namun, jarang-jarang, KPU ini didatangi petugas layanan pesan antar (delivery order). Apalagi, di siang-siang bolong dan saat itu kebetulan memang tidak ada satu pun anggota KPU yang hadir di kantor. Kelimanya tengah sibuk meninjau hasil penghitungan rekapitulasi suara di tingkat Panitia Pemilih Kecamatan atau ada keperluan lain di luar.

Dari areal parkir, sore itu, seorang pemuda tergopoh-gopoh turun dari motor yang ditumpanginya sambil menggendong sebuah kotak berukuran besar sekitar 1 x 0,5 meter. Kotak berwarna perak mengkilap itu diikatkan ke tubuhnya dengan seutas panjang tali rafia berwarna merah. Petugas delivery order yang biasa membawa pan pizza atau kotak makanan bertumpuk-tumpuk pun dijamin tidak bakalan berani bertindak demikian.

Orang-orang di sekeliling, termasuk Kompas, pun terheran-heran dibuatnya. Apa pasal? Tidak lain ini karena kotak alumunium yang ditentengnya itu bukanlah pizza atau kerupuk kulit yang bisa meniadakan lapar seseorang. Melainkan, tumpukkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)! Oh.. Si pemuda pun berseloroh,” Biar cepat dan unik atuh. Lagian, gak perlu ribet,” ucapnya sambil terkekeh-kekeh dan ngacir ke dalam kantor KPU.

Memang sih, sekilas ini bisa dimaklumi. Apalagi, si pemuda ini datang dari jauh-jauh, yaitu PPK Ujungberung. Dengan alasan memburu waktu, gaya mengantar kotak berita acara yang diadopsi dari petugas delivery order pun dipraktikkan. Cepat, efesien, dan murah. Tidak terjebak macet pula. Seandainya saja KPU Kota Bandung mengadakan lomba unik-unikan pengantaran berita acara, PPK Ujungberung ini dijamin jadi jawara!

Bagaimana tidak? Kalau di PPK lainnya, pengantaran berita acara ini diantarkan pakai mobil lengkap dengan kawalan polisi dari Kepolisian Sektor. Malahan, PPK dari Buah Batu beberapa jam sebelumnya datang dengan personil lengkap. Ada Ketua PPK, anggota PPK, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di tingkat kecamatan, sampai aparat polisi plus kendaraan khususnya. Sebelum melangkahkan kakinya ke dalam kantor KPU, mereka sempat bernasis ria dengan berfoto-foto. ”Cheese,” teriak si pengambil foto. Dan, tidak lupa, kotak berisi berita acara diapit di tengah-tengah...

Memang, tidak ada aturan yang mengharuskan pengantaran ”barang” berharga ini harus pakai standar protokoler tertentu. Apalagi, larangan mengantar ala delivery order. Namun, seperti diungkapkan Aa Terjana, petugas penerima berita acara dari PPK di KPU Kota Bandung, pengantaran berita acara itu wajib diantarkan Ketua PPK. Ada baiknya meminta pengawalan polisi biar aman. ”Ruangan ini saja selalu dikawal dan terkunci rapat,” tuturnya.

Sebab, berita acara inilah yang akan dijadikan dasar acuan pleno penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Kota Bandung pada Jumat (15/8) siang ini. Satu saja kotak berisi berita acara yang tersegel lengkap oleh petugas PPK setempat itu tidak terantarkan, bisa-bisa jadwal pleno ini mundur atau batal. Hmm, bayangkan jadinya jika berita acara yang dibawa petugas PPK Ujungberung itu ”salah antar” atau dicuri di tengah jalan. Bisa-bisa warga Bandung ini batal punya wali kota...(Yulvianus Harjono)

Friday, July 25, 2008

Warna-warni ”Pop” di Pilwakot Bandung


Warna-warni ”Pop” di Pilwakot Bandung

Fathina Galib (20), mahasiswa Universitas Padjadjaran, terheran-heran saat menyaksikan pertama kali deretan poster di sebuah kawasan di Buah Batu. ”Dari jauh, saya pikir itu (poster) promosi film baru Project Pop. Barangkali aja pemainnya baru. Eh, tau-tau-nya, ternyata calon wali kota (Bandung),” tuturnya sambil tertawa, Jumat (25/7).

Fathina bisa jadi bukanlah orang pertama yang kecele poster itu. Siapa pun yang pertama kali melihatnya, pastilah akan berpikiran sama. Adalah pasangan calon wali kota Bandung Taufikurahman - Triesnahadi (Abu Syauqi) sang pembuat sensasi itu. Di dalam poster itu, kedua pasangan ini berpose layaknya sepasang lakon film action lengkap pula dengan tipografi yang lazim muncul di poster sinema.

”Trendi” demikian bunyi judul besarnya di poster itu. Di sub-judul, muncul kata-kata ”Menuju Bandung yang Kreatif, Nyaman, dan Sejahtera”. Lengkap sudah kelaziman poster film lewat munculnya label informatif tagline (jadwal) yang berisi : ”Coming Soon Bandung, 10 Agustus 2008 (hari H pencoblosan Pilwalkot Bandung) pada bagian bawah poster.

Isi poster ini seolah mendobrak stigma politik dari unsur-unsur konvensional yang sarat formalistik dan kekauan. Warna pop atau produk kebudayaan massa kental terlihat dari pernak-pernik kampanye pasangan calon yang diusung Partai Keadilan Sejahtera ini. Saat dan menjelang kampanye, pendukung meneriakkan yel-yel yang nadanya meminjam lagu ”We Will Rock” dari grup band kenamaan Queen.

Di berbagai sudut kota, khususnya di dekat-dekat kampus dan pusat perbelanjaan, terpampang baliho besar bertuliskan ”Trendi” yang tipografinya ”membajak” desain logo produk operator telepon seluler : Flexi, lengkap dengan warna khas merah dan hijaunya. Desain khas inilah yang paling berkesan bagi Fathina Galib (20), mahasiswi, berbicara tentang pasangan calon ini. ”Soalnya, banyak ditempel di angkot,” ucapnya yang menilai tipografi nama pasangan calon ini sangat eye catching.

Pasangan calon lainnya pun tidak mau ketinggalan. Meski sudah cukup populer di mata masyarakat Bandung, Dada Rosada yang incumbent itu tetap memanfaatkan budaya pop untuk berkampanye. Medianya lebih masif, yaitu album musik. ”Da da da” demikian judul album yang berisi tujuh lagu itu. Satu lagu, yaitu Burung Berkicau dicipta langsung olehnya. Sisanya dihasilkan sekaligus dinyanyikan Doel Sumbang.

Pembelotan politisi

Video klip-nya pun kerap ditayangkan di sejumlah stasiun televisi swasta lokal, menjelang dan selama masa kampanye ini. Agar menarik, model-model yang digunakan di dalam video klip ini rata-rata adalah remaja. Meski, lagunya dinyanyikan dalam bahasa Sunda. di dalam album dan video klip-nya, Dada tampak mengenakan setelan jaket kulit. Tidak lazimnya dikenakan politisi yang umumnya berpose formal dengan jas atau safari.

Seolah-olah menjadi ”pembelotan” kelaziman kostum politisi. Seperti kita ketahui bahwa jaket kulit ini ikut menjadi simbol budaya pop di era awal Rock n’ Roll, tahun 1950-an. Lewat kostumisasi itu, Dada yang diketahui merupakan calon wali kota paling senior, 61 tahun ini, tampak sedikit lebih muda. Pasangan calon lainnya, Hudaya-Nahadi, sebetulnya, juga mencoba mendongkrak popularitas mereka lewat unsur budaya populer, menerbitkan album lagu. Tetapi, sayangnya, itu belum terealisir hingga kini.

Menurut Hendy Hertiasa, pengajar Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung, warna budaya populer dan kreatif yang muncul dalam Pilwalkot Bandung ini adalah fenomena baru di dunia politik. Warna yang dimunculkan ini tidak terlepas upaya pencitraan baru pemimpin lama. ”Kalau terlalu formal (kaku), image-nya di masyarakat akan buruk. Orang-orang lama ini kan rentan dengan image di masa lalu,” tuturnya.

Penggiat budaya kreatif yang aktif di Common Room ini melihat, masuknya pop di dalam kampaye Pilwalkot Bandung ini menyiratkan pula, target audiens yang dibidik terutama adalah pemilih pemula atau remaja. ”Di Bandung, pemilih pemula ini kan juga mewakili kelompok urban. Pelajar, mahasiswa, dan remaja. Jumlahnya itu tidak sedikit,” tuturnya. Dan, memberi sinyal, politik bukanlah benda mati. Tetapi, juga tumbuh dalam budaya masyarakat (dalam hal ini budaya pop dan kreatif).(Yulvianus Harjono)

Tuesday, July 22, 2008

Menguji Ketangguhan ”Lalakon” dengan Santun

Pilwalkot Bandung

Menguji Ketangguhan ”Lalakon” dengan Santun

”Tunjukkan sebuah kota. Dari situ saja kita akan tahu siapa wali kotanya,” tutur Sobirin, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda dalam Diskusi Mengenal Sosok Kandidat Wali Kota dan calon Wakil Wali Kota Bandung yang diadakan Harian Kompas Jabar bekerjasama dengan Bandung Spirit, Senin (21/7).

Dalam konteks ini, tentu saja diperlukan sosok pemimpin Kota Bandung ke depan yang bersifat mengayomi, tegas, visioner melihat persoalan, namun santun dan memiliki keberpihakan pada adat tradisi. Mengingat, sebagai ibukota tatar priangan, Kota Bandung dikenal memiliki masyarakat yang santun dan ramah. Juga, toleran dan terbuka terhadap ide perubahan.

Makanya, menurut Tjetje Hidayat Padmadinata, pengamat politik, pertarungan di dalam Pilwakot ini tidak ubahnya kompetisi para lalakon (tokoh) di Kota Bandung. Jadi, bukan sebuah ”perang” politik. ”Jangan ada kebencian dan permusuhan. Kampanye pun janganlah jor-jor-an.” tuturnya. Strategi pemenangan harus dilakukan dengan cara yang cerdas dan santun. Adu pemikiran, bukan kekuatan massa.

Dalam rangkaian pengalaman Pilkada, ketokohan dan pencitraan ini terkadang memang lebih menentukan daripada faktor infrastruktur (kekuatan partai politik). Survei yang dilakukan Litbang Kompas pun ikut menegaskan hal ini. Karakter yang diinginkan responden dari calon Wali Kota Bandung adalah jujur (27,4 persen), peduli kepada rakyat (23,9), tegas (7,7) dan berwibawa (6,5).

Posisi incumbent, ucap Tjetje, memiliki dua mata pisau. Di satu sisi, menaikkan popularitasnya. Namun, di lain pihak, menurunkan citranya di masyarakat bila kinerjanya itu buruk. Dukungan mayoritas kursi di legisiatif (25 kursi) bagi pasangan Dada Rosada-Ayi Vivananda belum tentu jadi jaminan kesuksesan. Berkaca pada kasus Pilkada Jabar, tokoh-tokoh baru dan muda justru mendapat simpati lebih dari pemilih.

Percaya diri

Kondisi inilah yang menimbulkan kepercayaan diri pasangan E. Hudaya Prawira-Nahadi. Terang-terangan Hudaya menyatakan, dua kunci strategi kampanyenya ke depan adalah pencitraan di media dan dukungan relawan. ”Makanya, program kami tidak akan berupa orasi di ruang terbuka dan semacamnya,” ucapnya. Sistem door to door dalam memikat calon pemilih akan lebih dikedepankan. Ia optimis, kehadirannya sebagai calon independen di Pilwakot ini akan memincut segmen calon pemilih apatis alias golput.

Saat ditanya apakah sistem politik tanpa infrastruktur ini otomatis berkonsekuensi pada biaya, ia menjawab, ”Justru, tidak ada yang berlebihan. Apa adanya saja. Kami kan bukan diusung parpol. Tidak ada deal-deal politik. Yang ada adalah deal agar membawa Bandung ke arah yang lebih baik,” tuturnya.

Pasangan Taufikurahman-Deni Triesnahadi pun tidak ketinggalan langkah. Dalam diskusi di Graha Kompas-Gramedia itu, Taufikurahman yang juga dosen di ITB, dengan lugas menyatakan akan meminta dukungan dari elemen perguruan tinggi dan civitas akademika di dalamnya. Ini tentu akan menambah ”amunisi” dukungan mengingat Partai Keadilan Sejahtera merupakan parpol pendulang suara terbesar dalam Pemilu 2004 lalu di Kota Bandung

Seolah berkaca dari pengalaman Pilkada Jabar, pasangan Dada-Ayi lebih banyak ”turun” ke masyarakat dalam berkampanye. Kian rajin menemui basis pendukungnya di berbagai kelompok masyarakat. Kesibukannya menjelang dan masa kampanye itu bahkan disebut-sebut melebihi kepadatan jadwalnya saat masih aktif sebagai pejabat Wali Kota. Pengalamannya mengenal dan juga dikenal lebih dulu oleh publik Kota Bandung tentu menjadi modal yang membedakan dengan kedua pasangan calon lainnya.

Namun, hasil akhir tentu akan berpulang kepada masyarakat pemilih. Lakon mana yang akan memenangkan kompetisi politik hanya akan diketahui pada hari pencoblosan, 10 Agustus mendatang.(Yulvianus Harjono)

Saatnya ”Turun” dari Panggung Orasi

Pemilu 2009
Saatnya ”Turun” dari Panggung Orasi

Di Pemilihan Umum 2004, Partai Golkar tampil sebagai kampiun di Jawa Barat. Hasil perolehan 5, 7 juta suara, 24 kursi di tingkat pusat dan 28 kursi di provinsi sulit ditandingi partai manapun. Akhirnya, menjadi ”tulang punggung” kemenangan partai berlambang beringin ini di tingkat nasional.

Memasuki Pemilu 2009, di Jabar, Partai Golkar tidak lagi tampil se-”pede” dulu. Apa pasal? Tidak lain, ini karena kekalahan telak dalam Pemilihan Kepala Daerah Jabar, beberapa bulan lalu. Perolehan suara yang masuk pun hanya 4,49 juta orang. Padahal, di sisi lain, jumlah pemilih tetap bertambah dan begitu pun potensi suara yang muncul dari hasil koalisi partai.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jabar Uu Rukmana, Minggu (20/7) mengatakan, hasil Pilkada Jabar itu memaksa seluruh pimpinan dan fungsionaris di tubuh Partai Golkar berintropeksi diri. Terlepas dari adanya dalih, di dalam Pilkada, faktor figur jauh lebih menentukan ketimbang infrastruktur partai. Hal yang tidak lazim terjadi pada Pemilu Legisiatif.

Hasil ini pun memaksa partai bernomor urut 23 di Pemilu 2009 ini mengubah paradigma di dalam merekruit calon-calon kader yang akan dijagokan baik di dalam Pilkada kabupaten/kota maupun Pemilu Legisiatif tingkat nasional maupun daerah. ”Bukan lagi zamannya kader menunggang partai (Golkar) untuk bisa besar. Sebaliknya, Golkar kini butuh orang-orang yang berteladan untuk membesarkan partai,” ujarnya.

Selektifitas ini ikut menjadi salah satu alasan DPP Partai Golkar Jabar hingga kini belum menentukan bakal calon legisiatif untuk diajukan ke tingkat pusat maupun daerah. Fokus di hari-hari pertama masa kampanye lebih diarahkan pada konsolidasi dan strategi pemenangan pemilu. Paradigma baru berkampanye pun ikut dimunculkan.

”Ke depan, tidak ada lagi kampanye yang sekedar gagah-gagahan di panggung. Hany berorasi. Sebaliknya, akan lebih diarahkan pada program yang langsung berkaitan dengan masyarakat,” ucapnya. Paradigma baru ini jelas akan memaksa politisi dan kader untuk ”turun” panggung. Lebih sering mengunjungi konstituen dan masyarakat pemilih.

Program-program ”kecil” macam bakti sosial, sumbangan atau bantuan-bantuan, pengajian, isu kesetaraan gender hingga pertandingan olahraga bakal dibidik. Delapan kemenangan dari total 16 pilkada yang telah diselenggarakan di Jabar dijadikan modal tambahan. Wilayah-wilayah sentral macam Bandung, Priangan Timur, dan Pantura tetap jadi fokus garapan untuk mendulang suara.

Partai baru

Perjuangan Golkar untuk mempertahankan kemenangan di Jabar tentu tidak akan mudah. Bertambahnya jumlah peserta Pemilu 2009 (kini diikuti 34 partai politik), dimana 18 diantaranya adalah parpol baru, menjadi salah satu faktornya. Beberapa parpol baru itu bahkan optimis mampu meraih sukses di Pemilu 2009 mendatang.

Lagi-lagi, program kongkrit dan keberpihakan ke masyarakat langsung dijadikan jargonnya. Ini salah satunya ikut dimunculkan Partai Hanura. Menurut Ketua DPD Partai Hanura Jabar Prof. Karhi Nisjar, partainya siap tampil beda. ”Kami akan menjawab apa harapan dan keluhan masyarakat,” tuturnya. Implikasinya, program kampanye yang akan dijalankan nanti pun diarahkan ke hal-hal yang bersifat riil.

”Berbagi dalam aksi. Itu prinsip kami. Kami punya kelebihan apa, itulah yang akan dibagi ke masyarakat.meski hanya kecil. Kampanye tidak akan obral janji,” ujarnya. Kegiatan macam pengobatan gratis dan bagi-bagi sembako seperti dilakukan pekan lalu kepada 500 tukang becak di Bandung akan lebih sering dilakukan. Termasuk, kegiatan pemberdayaan usaha kecil. Percontohan ladang singkong untuk menyerap banyak tenaga kerja dan proyek energi alternatif di wilayah Garut Selatan dijadikan program andalan.

Menurut pengamat politik dari Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Dede Mariana, perubahan strategi parpol, termasuk Golkar, merupakan hal yang wajar. Biasa terjadi dalam politik. Namun, yang sebetulnya perlu dicermati, adalah bagaimana caranya meyakinkan dan memikat publik dengan jargon baru itu.

”Publik kan butuh kepastian. Misalnya, dengan memilih Partai Golkar, mendapat jaminan kesehatan. Masyaraat kan mulai jenuh dengan politik-politik itu-itu saja. Tidak pararel dengan kesejahteraan. Tantangan bagi parpol menciptakan jaminan itu,” tutur Dede. Dengan kata lain, kepercayaan tetap jadi faktor utama. Bukanlah sekedar memikat dalam waktu singkat (kampanye).(Yulvianus Harjono)

Sunday, July 20, 2008

Napak Tilas Sejarah Peradaban di Tahura



Wisata
Napak Tilas Sejarah Peradaban di Tahura

Berwisata sambil berolahraga tentu sudah biasa. Namun, jika bisa menambah wawasan budaya dan sejarah peradaban, itu istimewa. Keistimewaan itu dapat kita peroleh dengan berwisata salah satunya di Taman Hutan Ir. Juanda di Bukit Dago Pakar, Bandung.

Menurut catatan sejarah, kawasan yang dilindungi ini merupakan salah satu bekas situs purbakala. Di tempat ini ditemukan berbagai artefak peradaban manusia prasejarah dari zaman 6 ribu tahun silam. Masa di mana ketika Kota Bandung dan sekitarnya masih berbentuk danau purba yang dipicu ledakan gunung purba pada 11 ribu tahun lalu.

Sebagian artefak yang mayoritas berupa senjata macam kapak jasper, mata panah obsidian, hingga tombak perunggu dari zaman neolitikum ini tersimpan di museum yang berlokasi di tempat sama. Nama Pakar yang menjadi penanda kawasan di Bandung Utara diambil dari istilah ”Pakarangan” atau tempat pembuatan senjata manusia prasejarah.

Berkeliling di kawasan seluas 526,98 hektar ini, pikiran kita pun diajak berfantasi. Membayangkan suasana ribuan bahkan puluhan tahun silam yang dipancing dari berbagai artefak, benda sejarah, atau keunikan panoramanya. Jika tidak percaya, cobalah kunjungi dua obyek unggulan di tempat ini, yaitu Goa Belanda dan Jepang. Tempat yang gelap dan dingin. Sedingin mitos dan ceritanya.

Dari luar, kedua goa ini sungguh terlihat menyimpan tantangan dan misteri. Jika Anda punya cukup nyali, cobalah melangkah tanpa bantuan senter. Mengingat, tidak ada satu pun cahaya lampu penerangan di kedua goa. Jika lupa membawa senter, Anda tidak perlu khawatir. Tersedia penyewaan senter bertarif Rp 3.000 per buah. Dan, ada baiknya Anda meminta bantuan pendamping (guide) untuk berkeliling.

Bukan apa-apa. Ini untuk menghindari kita tersesat di dalam. Belum lagi, terkait potensi informasi yang didapat. Goa Belanda yang berjarak 300 meter dari pintu utama awalnya dibuat di tahun 1812. Ruangnya diperbanyak tahun 1918 dan dimaksimalkan fungsinya di 1941. Goa ini memiliki 15 cabang lorong, tiga diantaranya menghubungkan dengan pintu masuk, tinggi 3,2 meter, dan luas total sekitar 750 meter persegi.

Ruang tahanan di gua

Awalnya, gua ini didesain sebagai terowongan air untuk menggerakkan turbin di PLTA Bengkok (sekarang). Mengingat letaknya yang strategis, fungsinya dirubah sebagai pusat telekomunikasi. Lalu menjadi pusat penyimpanan senjata dan mesiu setelah diambil alih tentara Jepang. Di sini bisa ditemui ruang tahanan dan radio komunikasi. Jika memasuki ruangan-ruangan ini, sepintas tidak terbersit fungsi-fungsi itu. Karena, nyaris tidak ada ornamen tersisa. Yang terasa hanyalah udara dingin (meski siang hari) dan keheningan.

Konon, ada pula sebuah ruangan tempat penyiksaan tawanan perang. Di lorong utama (dari pintu masuk) tersedia rel untuk lori sepanjang 100 meter. Konon, kendaraan pun bisa masuk di tempat ini mengingat besarnya lorong kedua (tinggi 3,25 meter dan lebar 4 meter). Gua ini tembus ke bagian belakang bukit yang menjadi jalan potong para pelancong ke daerah Maribaya yang berjarak 5 kilometer.

Berbeda dengan gua peninggalan Belanda ini, Gua Jepang tampak lebih alamiah. Lantainya hanya terbuat dari tanah, berbentuk gumpalan-gumpalan bundar akibat proses kondensasi (pendinginan). Tingginya hanya 2,50 meter, disesuaikan dengan tinggi orang Jepang ketika itu. Konon, pembangunan gua ini menggunakan sistem romusha. Sehingga, tidak sedikit pribumi yang sakit, bahkan mati di tempat ini.

Gua yang sempat digunakan untuk shooting Film Si Buta dari Goa Hantu (1970) ini menurut cerita warga menyimpan kisah mistis pula. ”Di sini ada larangan tidak boleh bicara haneut (panas),” tutur Ajim (30), guide yang juga warga setempat. Pantangan ini sudah muncul turun temurun sejak puluhan tahun silam. Menurut Ajim, gua yang sempat menjadi tempat shooting sebuah tayangan mistis di layar kaca ini dahulu dijaga kuncen.

Sayangnya, obyek wisata ini tidak terlepas dari tindak vandalisme pengunjung. Di beberapa dinding gua, baik luar maupun dalam terlihat bekas corat-coret. Kabel dan lampu yang dulu sempat dipasang pun hilang. Padahal, obyek ini merupakan salah satu warisan sejarah.(Yulvianus Harjono)

Tuesday, July 15, 2008

Hancock, Superhero from Zero...

Film
Hancock, Superhero from Zero...


Hancock, film yang pekan ini bertengger di Top Chart Box Office di ketiga cabang Blitz Megaplex di Indonesia. Mengalahkan film lainnya yg lagi in macam Kungfu Panda, Get Smart, dan Incredible Hulk. Padahal, baru seminggu film itu diputar.
Saat menjatuhkan pilihan pada film ini, wiken lalu, awalnya saya kurang antusias. Kesan pertama, saya pikir ini adalah sebuah film dokumenter. Mengingat, (John) Hancock adalah nama Presiden AS (klo gak salah ke 2 atau 3). Tetapi, krn pilihan Hulk tidak diamini kawan, tdk terbuka lagi pilihan lainnya. Asal, jangan Indo (bulan2 ini belum muncul film lokal berkualitas soalnya).
Tidak lazim, sebuah film yang ternyata bertemakan superhero ini tdk diadaptasi dari komik Marvel yang menginspirasi film2 sukses superhero lainnya...Sebut saja Hulk, Spiderman, hingga Iron Man yang sukses beberapa bulan lalu.
Film yang dibintangi aktor yg pandai memainkan beragam karakter, Will Smith, ini memang menampilkan hal berbeda dari film bertema superhero kebanyakan. Film ini bercerita ttg Hancock, seorang zero atau tunawisma yg doyan mabuk...Namun, memiliki kekuatan sungguh dahsyat macam mengangkat mobil, menghentikan kereta, terbang, hingga kebal peluru...
Mirip Superman sekilas. Bedanya, tdk lazimnya superhero, ia tdk menyembunyikan identitasnya. Sehari-hari berpenampilan ala gembel lengkap dengan botol miras di tangannya. Adegan awalnya saja, berkejar-kejaran dengan gerombolan penjahat di tengah traffic Kota Los Angeles, cukup membuat saya demikian terkejut. Layaknya "kartun". Adegan Hancock terbang, mobil diterbangkan dan ditancapkan ke sebuah obelisk (semacam menara lancip), sungguh di luar pencernaan pikiran. Tidak sci-fi sama sekali. Apalagi, pada awal hingga tengah cerita, sang sutradara tidak kunjung menyisipkan cerita ttg asal usul sang superhero sakti ini....Baru di menjelang akhir-akhir cerita akhirnya ketahuan, tetapi itu pun tdk lengkap dan membuat benak ini penasaran.

Sepanjang sepengetahuan saya, sehebat2nya tokoh superhero dalam karakter rekaan Marvel, itu pasti dikaitkan atau coba dijelaskan secara ilmiah. Misalnya, Spiderman yang kekuatannya itu muncul krn gigitan laba2 unik. Atau, sang Tony Stark "Iron Man" yg menonjolkan kehebatan manusia dalam merakayasa teknologi dan menjadikannya senjata terdahsyat.
Terlepas dari CGI-nya yg tidak semulus Iron Man, film karya Peter Berg ini mampu memberi unsur hiburan lain yang lebih kuat. Sekali lagi, sebuah film yang menunjukkan baik sisi humanis dan individu seorang superhero. Film ini menggambarkan bahwa seorang superhero pun tdk lebihnya dari manusia yg tdk luput dari ego, perasaan kesepian dan memiliki emosi. Scene saat Hancock duduk memelas di atas atap rumah sobatnya, Ray Embrey (Jason Bateman), saat ia tengah betul-betul kesepian dan perlu diperhatikan, cukup menggugah emosi saya.
Dalam film ini, Hancock awalnya bukanlah superhero yang dielu-elukan warganya. Sebaliknya, karena kecerobohannya (berkali-kali merusak fasilitas umum saat mencoba show off melawan penjahat), menjadikannya "public enemy". Saya dan seorang teman sampai tertawa geli saat lihat adegan ketika seorang pembawa acara televisi di film itu sampai mengeluarkan opini dan unek-uneknya (mem-blame) Hancock dan memintanya menyerahkan diri...Sampai segitunya sang jagoan bertampang semrawut ini dibenci. Satu lagi nilai plus-nya, banyak adegan lucu dan mengejutkan di dalam film ini. Sayangnya, dalam bbrp adegan, salah satunya di penjara, terlihat sensor bekerja...
Perubahan terjadi manakala Hancock bertemu dgn Ray, seorang PR eksekutif yang antusias dgn konsep pencitraan love charity-nya. Sampai akhirnya, membawanya ke perjumpaan dgn orang yg tdk diduganya, Mary Embrey (diperankan si cantik Charlize Theron)..Wanita yg kemudian mjd tokoh kunci lain dan pemecah misteri dari flim ini.
Bakat besar menuntut tanggung jawab besar. Demikian pesan moral yg tegas muncul dalam film ini. Tanggung jwb sbg superhero di satu pihak, dan cinta (emosi manusia) di lain pihak dibuat dlm hal yg berlawanan di film ini. Terlepas dari adegan penutup yang mnrt saya kurang dramatis, pesan yang bisa dibawa dari film ini adalah Tuhan ternyata menciptakan kita secara berpasang-pasangan (ini pandangan subyektif saya dari film ini). Dan, acapkali mereka itu telah didekatkan ke kita. Hanya, terkadang, tanggung jawab dan rasionalitas kita yang justru telah atau terpaksa menjauhkan kita dari mereka....
Written by JON

(foto by Columbia Pictures, all right reserved)

Monday, July 14, 2008

Bertanya atau Mati!


Bertanya atau Mati!

"Jangan terlalu banyak bertanya. Seperti anak kecil saja," demikian sekilas tutur seorang kawan kepada saya di suatu malam. Sebuah komentar yang sangat mengejutkan. Mengingat, belum ada satu pun yang menyatakan hal itu secara pribadi kepada saya...
Bisa jadi, ini sebuah kritikan, bisa pula masukan. Bukan tidak mungkin pula sebuah pandangan..
Berjam-jam pula kemudian saya mencoba merenungkannya.
Renungan itu terbentur pada sebuah jawaban besar : pekerjaan saya adalah bertanya!!??
Sebagai penggelut profesi jurnalistik, bertanya adalah senjata terbesar saya untuk menggali data, fakta, bahkan mengungkap sebuah rasa. Dari bangun hingga menjelang tidur, cerebrum saya ini tdk pernah berhenti dari kegiatan tanya. Mulai dari menanyakan ke intuisi diri sendiri mengenai hal atau isu apa yang layak diikuti dan dikembangkan hari ini, trus proses menggali berita, hingga verifikasi data dengan berbagai sumber atau referensi terkait. Gugatan atau tanya menentukan berita yg kita buat nanti layak tayang dan cukup lengkap.
Tanya = kritis dan perfection.
Idiom ini telah demikian melekat. Bagi jurnalis, tanya bukan hanya cara untuk menghilangkan diri dari ketersesatan. Melainkan juga, proses menggali data dan membuat berita yang akurat, lengkap dan terpercaya.
Pengalaman saya membuktikan, dalam sebuah peliputan, ketika kita itu malu atau tidak banyak bertanya, dan menyusunnya dalam deret alogaritma di memori kepala (bukan saja di sebuah notes), maka percayalah hasilnya tidaklah akan maksimal.
Beberapa kali, ketika sudah di depan meja kerja, saya menyesal mengapa bisa lupa tdk sekalian bertanya mengenai hal yg tdk sempat terpikirkan di kepala itu saat proses wawancara. Paling vatal, adalah mengenai detail sebuah peristiwa atau topik berita. Dengan load kerja yang padat dan isu yang banyak, hal macam ini bisa saja terjadi.
Tetapi, jika mencerna perkataan sebuah wartawan senior Hariadi Saptono, ini semata-mata krn kita kurang "cerewet". "Wartawan itu harus cerewet," ucapnya. Dari kecerewetan itulah terlihat sejauhmana kita menguasai persoalan, kritis, dan kontemplatif menggali data.
"Remember, Guessing Doesn't Pay," ungkap pengajar dan mantan wartawan senior Luwi Ishwara yang pernah saya dengar awal menjadi jurnalis. Tepat sekali, kita tidak bisa menebak-nebak sebuah peristiwa atau fakta. Meski, ini terpaksa dilakukan utk melengkapi data, semata-mata krn kita lupa atau tdk cermat bertanya...
Tanya atau mati
Berbicara soal tanya, pikiran saya teringat lagi dalam sebuah peliputan di medio 2007 silam.
Sulistyo Setiawan, peneliti pengembangan kreativitas di STDI, besar-besar menuliskan kalimat "Tanya atau Mati" dalam judul seminarnya...Tertegun saya awal melihatnya. Baginya, bertanya adl proses hakiki manusia. Manusia dianggap akan mati secara mental dan psikologis jika tidak lagi mau bertanya-tanya. ”Manusia akan memanusia ketika dia bertanya,” ucapnya.
Bertanya adalah proses berpikir, mulai dari eksistensi diri kita hingga melahirkan penciptaan. Seorang Wrigt Brothers misalnya, tidak mungkin bisa menciptakan pesawat terbang jika ia tdk bertanya-tanya ttg bagaimana caranya burung bisa melayang...Namun, ia bukanlah sekedar
bertanya-tanya. Melainkan, mengembangkannya dalam dimensi analitikal dan kontemplasi. Hal yang masih langka ditemui pada dunia pendidikan tanah air yang masih mengandalkan kognisi dan hapalan memori. Bukan bertanya, kritis, secara analitik komprehensif.
Mungkin kita ingat, saat masih kecil, seringkali kita polos dan antusias bertanya-tanya tentang sekeliling yang kita temui. Jika kita punya anak yang aktif bertanya-tanya, bersyukurlah anda. Sebab, saat itu pula, anak Anda tengah dalam proses kognitif sekaligus kreatif. Mengisi sinaps atau sel-sel memorinya dengan peristiwa2 baru. Semakin sering sinaps itu diisi dengan bertanya maka kian cerdas pula anak anda!!! Jadi, tolong ladeni dan jangan acuhkan ketika anak anda itu cerewet atau banyak bertanya...
Seiring dewasa, makin enggan kita bertanya. Entah karena malu, toleransi, takut menyinggung perasaan, atau justru emang kosong melompong isi kepala....
Janganlah ragu kita bertanya.
Sebab, bertanya pun sesungguhnya punya seribu makna. Ada yang bertujuan mencari jawaban, menggali informasi, re-inviting atau inovasi, hingga mengungkapkan perhatian atau sekedar me-ngetes kemampuan seseorang. Tergantung sejauh mana motif atau tujuan anda bertanya.
Jadi, selamat bertanya-tanya....
Sebelum bertanya itu dilarang dan mengekang kebebasan berpikir kita!!!!!


Turut Berduka Cita

Turut Berduka Cita
Atas berpulangnya Tiur Santi Oktavia (TAV), rekan di Desk Gaya Hidup dan Anak Muda Harian Kompas, pada Minggu (13/7) akibat sakit kanker yang dideritanya.
Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya dan yang ditinggalkan mendapatkan ketabahan.
Hingga akhir hayatnya, almarhum memberi inspirasi dan teladan tentang perjuangan melawan penyakitnya. Biarkan prestasinya kita kenang selamanya. Termasuk, penghargaan internasional Singapore Education Award dari Singapore Tourism Board yang baru saja diberikan beberapa hari menjelang kepergiannya untuk selamanya.
..............

Sunday, July 13, 2008

Menguji Kesetiaan Merpati Lewat Balap



Menguji Kesetiaan Merpati Lewat Balap

Suasana tiba-tiba menjadi riuh begitu ”Tupai Jordan” menginjakkan kakinya di matras. Ia hanya berselisih cepat sekitar 1 detik dari lawannya : ”Limper”. Kedua nama ini disegani di kalangan penggemar burung merpati di wilayah Muararajeun, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung.

Secepat laju merpati pula, air dari ember menyambangi sang joki dan pemiliknya. Tiada yang lebih istimewa selain prosesi penyiraman air ini untuk ”menghormati” sang pemenang. Demikian cuplikan Lomba Balap Merpati yang diadakan puluhan penggemar burung merpati di Lapangan Baeli, Muararajeun, Minggu (6/7) siang.

Tiap dua minggu sekali, satu-satunya ruang terbuka di wilayah padat pemukiman penduduk ini dipadati para penggemar burung merpati tinggi, yaitu jenis diperlombakan berdasarkan ketangkasannya terbang cepat dan tinggi. Pemenang ditentukan dari berhasil tidaknya ia melesat cepat ke matras, yaitu target yang ditentukan.

Namun, sang merpati harus melewati bagian atas rintangan berbentuk segi empat untuk qualified. Padahal, batas rintangannya hanya seluas 11 x 11 meter persegi. Artinya, dalam kecepatan terbang 60 kilometer per jam, merpati bermanuver terbang 90 derajat ke bawah menuju matras. Cepat saja, tetapi gagal melewati rintangan, akan jadi percuma.

Hebatnya, burung merpati yang diterbangkan jauh dari jarak 1,75 kilometer ini dapat kembali ke tempat sasaran dengan tepat. Burung yang sudah jago, dihargai sangat tinggi. Tupai Jordan yang berumur dua tahun misalnya, pernah ditawar Rp 5 juta. Ia telah memenangkan lomba ini berkali-kali. Jika bisa menang lomba ”Perang Bintang” atau jago-jagonya merpati, harga akan terus meningkat mencapai puluhan juta rupiah.

Menurut Joy (41), penggemar merpati tinggi, diperlukan bakat si burung ditambah latihan, guna menghasilkan kemampuan bermanuver cepat dan tepat sasaran seperti yang dibutuhkan dalam lomba. ”Sejak umur satu tahun, burung dilatih dan dibiasakan diadu,” ujarnya. Agar dapat tepat sasaran, digunakan ”pemancing” yang tidak lain merpati betina sebagai pasangannya.

Tidak pernah ingkar janji

”Merpati tidak pernah ingkar janji. Ia akan selalu kembali ke pasangannya,” ucap Joy. Ucapannya memang beralasan. Merpati dikenal sebagai hewan monogami. Pasangan hanya sekali seumur hidup. Merpati tinggi atau balap biasanya telah dipasang-pasangkan mulai umur 6 bulan. Jika suatu ketika sang betina mati, mau tidak mau harus dicarikan pengganti yang sama baik bentuk, warna, ukuran, dan jenisnya. Kandangnya pun dibuat sepaket (bertingkat).

Burung merpati (columbia livia), menurut hasil riset Tim Guilford, peneliti dari Universitas Oxford, memiliki kemampuan navigasi alami melalui bantuan gravitasi bumi dan cahaya matahari. Layaknya alat global positioning system (GPS) yang berbasis satelit di kendaraan bermotor. Inilah yang menjawab mengapa merpati bisa menentukan lokasi rumah dan pasangannya secara tepat.

Menurut Abah Ajim, Ketua Paguyuban Penggemar Merpati Baeli, tradisi lomba merpati di Baeli ini diturunkan sejak lama. Merpati menjadi alternatif hiburan murah dan menyenangkan. Komunitas penggemar merpati di Baeli ini mencapai 150 orang. Mereka terdiri dari beragam profesi mulai pengusaha sablon, tukang jahit, satpam, polisi, penjaga warung, sampai tukang jajanan. Mereka berdatangan dari berbagai daerah di Bandung.

Flu burung

Dalam sekali perlombaan, pemenang bisa membawa pulang hadiah berupa uang tabungan Rp 500 ribu atau televisi 21 inci. Biaya pendaftaran lomba Rp 16 ribu. Namun, ia membantah, hobi ini ibaratnya judi. ”Hadiah itu mah sekedar hiburan. Kalau merpati kita bisa juara terus kan otomatis harganya mahal. Dan, bangga,” ujar Ajim.

Mengingat berharganya merpati, pemeliharannya pun tidak sembarangan. Burung ini pun diberi suplemen berupa jamu-jamuan sebelum bertanding. Juga, rutin divaksin tiap tiga bulan sekali. Kandangnya pun dibersihkan tiap minggu. Tujuannya itu menjaga kebugaran merpati sekaligus menghindari flu burung.

Yogi Aditya (20), mewakili kaum remaja, pun tidak ragu menekuni hobi merpati ini. ”Lebih positif daripada hobi yang macam-macam (negatif),” tutur mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Bandung ini. Sebuah bukti, hobi ini melintasi batas usia, golongan ekonomi, dan wilayah.(Yulvianus Harjono)

Thursday, July 10, 2008

The Tunguska Event--100 Years Later


The Tunguska Event--100 Years Later


June 30, 2008: The year is 1908, and it's just after seven in the morning. A man is sitting on the front porch of a trading post at Vanavara in Siberia. Little does he know, in a few moments, he will be hurled from his chair and the heat will be so intense he will feel as though his shirt is on fire.

That's how the Tunguska event felt 40 miles from ground zero.

Today, June 30, 2008, is the 100th anniversary of that ferocious impact near the Podkamennaya Tunguska River in remote Siberia--and after 100 years, scientists are still talking about it.

"If you want to start a conversation with anyone in the asteroid business all you have to say is Tunguska," says Don Yeomans, manager of the Near-Earth Object Office at NASA's Jet Propulsion Laboratory. "It is the only entry of a large meteoroid we have in the modern era with first-hand accounts."

see caption

Above: Trees felled by the Tunguska explosion. Credit: the Leonid Kulik Expedition. [more]

While the impact occurred in '08, the first scientific expedition to the area would have to wait for 19 years. In 1921, Leonid Kulik, the chief curator for the meteorite collection of the St. Petersburg museum led an expedition to Tunguska. But the harsh conditions of the Siberian outback thwarted his team's attempt to reach the area of the blast. In 1927, a new expedition, again lead by Kulik, reached its goal.

"At first, the locals were reluctant to tell Kulik about the event," said Yeomans. "They believed the blast was a visitation by the god Ogdy, who had cursed the area by smashing trees and killing animals."

While testimonials may have at first been difficult to obtain, there was plenty of evidence lying around. Eight hundred square miles of remote forest had been ripped asunder. Eighty million trees were on their sides, lying in a radial pattern.

"Those trees acted as markers, pointing directly away from the blast's epicenter," said Yeomans. "Later, when the team arrived at ground zero, they found the trees there standing upright – but their limbs and bark had been stripped away. They looked like a forest of telephone poles."

Such debranching requires fast moving shock waves that break off a tree's branches before the branches can transfer the impact momentum to the tree's stem. Thirty seven years after the Tunguska blast, branchless trees would be found at the site of another massive explosion – Hiroshima, Japan.

Kulik's expeditions (he traveled to Tunguska on three separate occasions) did finally get some of the locals to talk. One was the man based at the Vanara trading post who witnessed the heat blast as he was launched from his chair. His account:

Suddenly in the north sky… the sky was split in two, and high above the forest the whole northern part of the sky appeared covered with fire… At that moment there was a bang in the sky and a mighty crash… The crash was followed by a noise like stones falling from the sky, or of guns firing. The earth trembled.

see captionThe massive explosion packed a wallop. The resulting seismic shockwave registered with sensitive barometers as far away as England. Dense clouds formed over the region at high altitudes which reflected sunlight from beyond the horizon. Night skies glowed, and reports came in that people who lived as far away as Asia could read newspapers outdoors as late as midnight. Locally, hundreds of reindeer, the livelihood of local herders, were killed, but there was no direct evidence that any person perished in the blast.

Above: The location of the Tunguska impact.

"A century later some still debate the cause and come up with different scenarios that could have caused the explosion," said Yeomans. "But the generally agreed upon theory is that on the morning of June 30, 1908, a large space rock, about 120 feet across, entered the atmosphere of Siberia and then detonated in the sky."

It is estimated the asteroid entered Earth's atmosphere traveling at a speed of about 33,500 miles per hour. During its quick plunge, the 220-million-pound space rock heated the air surrounding it to 44,500 degrees Fahrenheit. At 7:17 a.m. (local Siberia time), at a height of about 28,000 feet, the combination of pressure and heat caused the asteroid to fragment and annihilate itself, producing a fireball and releasing energy equivalent to about 185 Hiroshima bombs.

"That is why there is no impact crater," said Yeomans. "The great majority of the asteroid is consumed in the explosion."

Yeomans and his colleagues at JPL's Near-Earth Object Office are tasked with plotting the orbits of present-day comets and asteroids that cross Earth's path, and could be potentially hazardous to our planet. Yeomans estimates that, on average, a Tunguska-sized asteroid will enter Earth's atmosphere once every 300 years.

"From a scientific point of view, I think about Tunguska all the time," he admits. Putting it all in perspective, however, "the thought of another Tunguska does not keep me up at night."

Editor: Dr. Tony Phillips | Credit: Science@NASA

Yulvi Wrote :
Not yet analyze...

Tuesday, July 8, 2008

Masa Depanmu Ditentukan dari "Gaya"-mu



Masa Depanmu Ditentukan dari "Gaya"-mu


Sengaja saya pasang judul "eye catching" di atas. Layaknya feature2 yang biasa saya buat : iconic dan "eye catching".
Hari Minggu (6/7) lalu, seperti biasa, saya menyaksikan Oprah Winfrey Show yang ditayangkan rutin Metro TV (satu2-nya stasiun televisi yang saya tonton harian). Kebetulan, tema di edisi kali itu sangatlah menarik. Membicarakan tentang manajamen dan perencanaan keuangan keluarga.
Suze Orman, ahli finansial kenamaan USA, kebetulan tampil sebagai pembicaranya. Kehadirannya cukup menjadi jaminan betapa berbobotnya tayangan talkshow terpopuler di negeri paman sam ini.
Tentunya, selain kehadiran sang host yang lugas nan jenaka-Oprah sendiri.
Inti dari episode Oprah Show kali ini menekankan betapa pentingnya prinsip kehati-hatian dalam mengatur cash flow dan balance keuangan Anda. Pintar atau tidaknya anda mengalokasi keuangan ternyata bergantung erat dengan paradigma dan gaya hidup anda, baik isteri/suami.
Menginjak ke cerita (seperti layaknya pertunjukkan Oprah). Kisah pertamanya menghadirkan keluarga dari sebuah wilayah pinggiran di California. Kota dengan biaya hidup termahal di USA, bahkan dunia! Betapa tidak, neg bagian markas industri film Hollywood ini adalah satu2nya di USA yang memungut pajak hingga 5-10 persen utk warganya.
Pasangan (lupa namanya) yang dikarunai enam anak ini hidup ala "jestsetter". Tinggal di rumah seharga sekitar USD 650 ribu (Rp 6 miliar). Penghasilan sang suami USD 60 ribu per tahun atau Rp 570 juta per tahun. Gilanya, diungkap dalam show itu, biaya hidup mereka ini bisa mencapai 1,5 miliar per tahun!!! Atau, tiga kali lipat dari penghasilan suaminya....
Penyebabnya, tidak lain, adalah gaya hidup mewah dan budaya tampil sang isteri. Hampir tiap hari, sang isteri mengajak anak2nya utk menghabiskan waktu belanja di mall. Belum lagi, urusan kecantikan di salon. Utk keperluan tanaman penghias ruangan saja misalnya, bisa dihabiskan dana Rp 70 juta!!....Belum lagi, kebiasaannya dan anak2nya mengunjungi Starbucks saban hari. Utk yang satu ini saja, ia setidaknya merogoh kocek Rp 5 juta per bulan!!
Dengan gaya hidup yang mewah ini, terungkap bahwa sang isteri ini berutang dana USD 135 ribu (Rp 12 miliar) dan hutang kredit USD 50 ribu (Rp 500 juta)....
Lebih parahnya, sang isteri mengatakan, "Sebetulnya, hanya di luar kami keliatan mewah. Tapi, di dalamnya tidak sama sekali." Betapa tidak....Anak2nya itu rata-rata hanya punya tiga - empat potong baju di lemari yang cukup besar!!! Ini akibat kebiasaan buruk sang ibu yang suka sekali melelang atau mengobral baju2 lama dengan harga USD 1 per potong! Utk dicairkan lagi sebagai dana tambahan membeli yang baru....
Lebih ironisnya, tdk ada satu pun anaknya yang di-cover asuransi kesehatan!!! Komoditi paling berharga di negara-negara maju macam USA dan Amerika...Padahal, dua dari enam anaknya itu diketahui punya kelainan bawaan..
Dalam acara itu, Oprah sampai berkata:"Baru kali ini saya menemukan orang seperti ini"....
Bayangkan, Oprah yang menghasilkan 275 juta dollar per thn pun bisa terheran-heran (bisa dibayangkan???....
Suze Orman pun menaruh skala kesulitan keuangan mereka dalam angka 1.000 (padahal, hanya ada skala 10)..."Sangat mengkhawatirkan. saya tidak bisa membayangkan apa akan yang terjadi pada keluarga ini tiga empat tahun ke depan," Mereka ini terancam jatuh miskin, terbelit utang, dan menjadi gelandangan, bilamana sang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga tiba-tiba dipanggil Tuhan. Sementara, tdk ada satu pun polis asuransi atasnya. "Saya sungguh2 heran. Padahal hanya dengan premi asuransi 50 USD per bulan, anda mendapat perlindungan jutaan dollar ke depan," demikian katanya di depan kamera.
Ia pun menyarankan keluarga ini untuk pindah ke Seattle. Sang isteri pun diminta bekerja di Starbucks dengan alasan itu tempat favoritnya dan ia bisa mencari pemasukan tambahan buat keluarga.
Dalam talk show ini, Suze menganalisis, gaya hidup seseorang amat memengaruhi masa depan. "Kita bukan korban dalam masalah ini. Melainkan, sang pencipta dari keadaan itu sendiri," ucap author best seller Women and Money : Owning The Power To Control Destiny ini..Ia pun juga mengungkapkan keherannya, seringkali gaya hidup mewah dan budaya tampil ini dilakukan satu orang atau pasangan semata demi mengesankan orang lain. "Parahnya, orang lain itu seringkali justru tidak kita kenal," katanya.
Yap, kitalah yang menentukan masa depan kita sendiri...Sebagaimana kuat mengendalikan diri, menahan ego utk tampil sederhana dan berorientasi ke depan...
Sengaja saya cuplik kembali kata mutiara dari salah satu idola saya P.K Ojong: "Hidup Sederhana, Berpikir Mulia...."
Sungguh saya resapi dalam-dalam makna ini. Bagi saya sendiri, kekayaan materi erat kaitannya dengan gaya hidup. Ada tiga cara menjadi orang kaya menurut pepatah :
1. Menikahlah dengan orang kaya.
2. Mendapat warisan
3. Rajin menabung dan berinvestasi
well, utk kasus ini saya lebih percaya dengan yang nomor tiga. Di era skrg ini, ada banyak pilihan utk investasi. Mulai dari high risk high cost macam reksadana, middle risk macam emas, hingga yang low risk high cost macam property. Puji Tuhan, saya sudah mencapai yang terakhir ini dlm waktu singkat....Meski, cukup mencekek juga. Pengorbanan besar utk kenikmatan besar di masa depan....
Mengingat, laju inflasi tdk akan bisa mengejar kenaikan harga property yang rata-rata di atas 15 persen per tahun. Bunga deposito pun tdk akan sebesar ini. Belum, nilai tambah macam sewa atau kontrak....
Jadi, selamat berinvetasi. Jangan segan jatuhkan pilihan anda pada properti!!!
Tidak lupa, cari isteri/suami yang pintar memanajemen keuangan...hehehe

Salam,
Yulvi



Monday, July 7, 2008

Menangkap Sinyal Lawan Jenis

Menangkap Sinyal Lawan Jenis


Bagi beberapa orang, menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan hal yang mudah. Namun tidak sedikit orang yang mengalami masalah serius dalam hal ini, yang sebagian besar disebabkan karena kurangnya pemahaman yang benar. Berikut ini 7 kesalahan umum yang sering terjadi:

1. Kita salah mengartikan perhatian dari lawan jenis

Seringkali dibawah tekanan rasa frustasi atau putus asa yang sering dialami saat kita ingin memiliki pasangan atau menikah, banyak para single yang bereaksi secara berlebihan terhadap perhatian apapun dari lawan jenis, terutama jika seseorang tampak menarik bagi mereka. Misalnya, jika seorang pria melihat seorang wanita dua kali, wanita itu bisa berpikir bahwa pria ini menyukainya. Sedangkan jika seorang wanita menghampiri seorang pria dan duduk bersamanya dalam suatu acara, pria ini berpikir wanita itu memberinya "lampu hijau".

Kesalahan dalam mengartikan perhatian inilah yang sering menjadi masalah utama bagi para lajang pria dan wanita untuk memiliki hubungan pertemanan atau persaudaraan yang murni. Keduanya lebih memilih untuk berjaga-jaga, mengamati dan mengartikan sinyal-sinyal, daripada berpikir bahwa mereka dapat menikmati percakapan dan keberadaan sebagai teman tanpa ketertarikan romantis.

Banyak single Kristen bahkan menikmati untuk mengirim sinyal-sinyal kepada orang lain lalu di kemudian hari menyangkalnya. Bagaimanapun juga, sikap tersebut lahir dari ego mereka, dengan berasumsi bahwa orang itu sudah berada di dalam pengaruhnya, dan berpikir mungkin satu saat mereka dapat mendekati orang tersebut, meskipun sebenarnya mereka tidak merasa benar-benar tertarik. Mereka menyamarkan tindakannya dengan mengatakan pada semua orang, bahkan juga di depan orang yang bersangkutan bahwa mereka hanya berteman, agar perkataan itu dapat dipakai sebagai dalih jika mereka ingin menjauh dari hubungan tersebut. Sinyal-sinyal yang mereka kirimkan benar-benar menyebabkan salah paham. Dan tindakan tersebut jelas-jelas menyakiti hati orang lain dalam proses memberi makan ego mereka.

2.
Kita berharap terlalu banyak dan bertahan terlalu lama dalam suatu hubungan

Bantulah dirimu sendiri dengan mengakui bahwa kamu mempunyai ketergantungan emosional yang kita sebut "cinta" atau bahkan mengakui bahwa kamu benar-benar mencintai seseorang. Namun akuilah dengan penuh kesadaran bahwa kamu sedang menjalani hubungan yang salah dan keluarlah dari sana.

Bagaimana kamu bisa keluar? Dengan mengambil langkah tegas, seperti yang Yesus katakan dalam Matius 5:29-30. Jika kamu sedang berada dalam suatu hubungan dan diperlakukan dengan tidak hormat, sembrono, atau tidak sepantasnya, maka itu adalah tanda bahwa kamu sudah bertahan terlalu lama dan berharap terlalu banyak. Jika kamu berharap dia akan berubah, berarti kamu tidak tahu banyak tentang kecenderungan manusia. Selama dia bisa tetap menjalani hubungan ini dengan memperlakukanmu seenaknya, sepertinya sikapnya tidak akan berubah. Jika kamu tidak bahagia dengan perlakuan yang kamu terima dari seseorang sebelum menikahinya, yakinilah bahwa setelah menikah, perlakuan yang kamu terima akan sama bahkan lebih buruk.

3.
Kita tidak selalu pintar membaca sinyal berbahaya dalam suatu hubungan

Seringkali para single memiliki pilihan-pilihan yang buruk dalam beberapa hubungan yang mereka jalani. Namun kelihatannya mereka tidak bisa melihat sinyal-sinyal yang berbahaya, bahkan sering kali mereka memang tidak mau melihatnya. Ingatlah bahwa saat emosi kita terlibat dalam suatu situasi, kita bisa sangat mudah kehilangan perspektif. Kamu tidak dapat mempercayai emosi. Karena begitu emosi mengalir dan perasaan-perasaan romantis mulai memenuhi kepalamu, kamu dapat kehilangan perspektif dalam waktu singkat.

Inilah beberapa sinyal yang berbahaya:

    • Perbedaan usia yang signifikan

Hal ini bervariasi, bersifat individual, dan tergantung pada jarak usia yang terlibat. Walaupun perbedaan usia tidak selalu menjadi suatu masalah, namun ini adalah satu hal yang perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

    • Perbedaan latar belakang keluarga

Faktanya tidak ada 2 keluarga yang benar-benar mirip. Namun lihatlah dasarnya: nilai-nilai apakah yang diajarkan oleh kedua keluarga? Jenis hubungan seperti apa yang ada di antara masing-masing anggota keluarga? Beberapa keluarga sangat dekat satu sama lain sementara yang lainnya tidak.

    • Perbedaan prioritas kehidupan rohani

Jika satu orang dalam sebuah hubungan mempunyai prioritas yang lebih tinggi dalam kehidupan rohani dibanding pasangannya, ini adalah sebuah sinyal yang benar-benar berbahaya dan tidak seharusnya diabaikan. Biasanya jika kamu terlibat dengan seseorang yang "temperatur" rohaninya dibawahmu, kamu tidak akan membawa mereka naik ke levelmu, tapi kamu yang akan turun ke level mereka. Hal ini sudah sangat sering terjadi.

4.
Kita terlalu cepat dan terlalu jauh terlibat secara fisik
Di sinilah kita harus waspada terhadap filosofi dunia yang berusaha mempengaruhi pikiran kita tentang aspek fisik dalam sebuah hubungan. Kita telah diperingatkan dalam Roma 12:1-2. Saat kita menganggap bahwa hubungan seks sebelum menikah adalah wajar, kita akan berakhir seperti dunia.

Jika kamu tetap ingin menjaga kemurnian diri dalam kehidupan seksual dan mempertahankannya untuk satu orang dari Tuhan, bagaimanapun juga kamu membutuhkan disiplin untuk menjaga kontak fisik yang minimum. Kamu tidak dapat mempercayai reaksi kimia tubuhmu. Sekali reaksi ini berjalan terlalu jauh, maka akan sangat sulit untuk kembali mengendalikannya. Maka sangatlah penting untuk menjaga kontak fisik tetap pada level minimum.

5.
Kita berpikir bahwa satu-satunya persyaratan yang penting adalah pasangan kita seorang Kristen

Hanya karena seseorang itu Kristen dan cukup baik, belum tentu bahwa dialah satu-satunya orang yang dengannya kita akan bahagia dan menikah. Adalah penting jika kamu mempertimbangkan baik-baik tentang hubunganmu sebelum memutuskan untuk menikah. Pertimbangkan bahwa emosimu terlibat dan karenanya mungkin perspektifmu tidak begitu terfokus. Mintalah pertimbangan lain dari orang-orang yang dapat dipercaya. Lakukan apa yang dapat kamu lakukan untuk mengetahui apa yang akan kamu jalani sebelum kamu melangkah ke dalamnya. Juga dengan pertimbangan-pertimbangan apakah seseorang ini adalah pasangan yang tepat bagimu.

6.
Kita membawa daftar kriteria tentang pasangan ideal dan menilai orang lain dengan egois dan terlalu cepat
Tidakkah mengagumkan bahwa Tuhan kita sanggup berurusan dengan segala perbedaan dan "keanehan" kita? Dia tidak mencari "robot" Kristen yang mempunyai penampilan dan perilaku yang mirip dalam semua hal. Kita memang mempunyai prinsip-prinsip Firman yang sama untuk diterapkan dalam kehidupan kita, namun di antara prinsip-prinsip tersebut, terdapat banyak ruang untuk keunikan individual dan kepribadian.

Banyak single yang kelihatannya mempunyai daftar panjang kriteria untuk pasangan yang ideal. Dan alasannya mungkin sebagai reaksi dari banyaknya pernikahan yang gagal di sekitar kita. Sepertinya mereka mengamati kita dengan sangat jeli, memastikan bahwa kita dapat memenuhi kebutuhan mereka. Mempunyai panduan dalam menjalin hubungan sangat berguna untuk mencegah kita membuat keputusan yang berdasarkan emosi semata. Namun menilai seseorang untuk alasan yang egois adalah sesuatu yang terlalu jauh.

7.
Kita berpikir bahwa keadaan apapun lebih baik daripada sendirian

Kita memang memiliki kebutuhan dasar untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Namun tidak benar bahwa kesendirian adalah kondisi terburuk di dunia. Perhatikanlah bahwa kesendirian tidak sama dengan kesepian. Banyak orang takut sendirian karena bagi mereka kesendirian sama dengan kesepian. Mereka belum belajar untuk mengisi waktu mereka dan mengalami kesendirian sebagai waktu yang berharga dan menyegarkan untuk mereka.

Kesepian adalah sebuah perasaan. Kita pasti pernah mengalaminya di saat-saat tertentu. Namun menjalin hubungan dengan lawan jenis semata-mata hanya untuk menggantikan rasa sepi itu adalah satu kesalahan besar. Ada hal-hal yang lebih buruk dari kesepian, dan dengan kasih karunia Tuhan, kita tidak perlu dikalahkan oleh rasa kesepian. Dia dapat mengambil kesendirian kita dan mengubahnya menjadi waktu yang produktif dan indah bersamaNya.

Walaupun kamu sendirian, tidak berarti kamu adalah orang yang tidak cocok dengan lingkungan sosial. Jangan mau tenggelam dalam kebohongan yang membuat kita putus asa. Saat kita merasa putus asa, kita bertindak dengan irasional. Kenali kebutuhanmu akan interaksi sosial dan rencanakanlah sesuatu. Kamu tidak harus berkencan untuk mendapatkan teman atau agar kamu tidak merasa sendirian. Bergabunglah dengan teman-temanmu dalam suatu komunitas dan luangkanlah waktumu untuk berada bersama-sama dengan mereka. Kenalilah dan terimalah mereka apa adanya, maka kamu akan menemukan bahwa rasa kesepian itu telah pergi.

(written by anonymous)

Yulvi Wrote :
Thank Rei my brother for ur post....!
Betul2 sangat bermanfaat nih materi posting-nya. Menjadi sedikit clue bwt kita memahami teka-teki perasaan lawan jenis. Misteri yang kadang lebih sulit dari mengungkap tabir kemunculan alam semesta...hehe.(jus't a joke).
Materi posting ini membantu. Betul2 aktual dgn yg kita hadapi sehari-hari, bahkan saya saat ini.
Tidak setiap orang memang punya kemampuan mengartikan sinyal dan mencari kebenaran di dalamnya...Yang jadi persoalan, kadang kawan atau lawan jenis kita itu mengirim sinyal yang artifisial semata gengsi atau politik sosial Atau, lebih parahnya, kita salah mengartikan sinyal yang ditangkap semata akibat kurangnya pengalaman atau justru ketidakpekaan kita.
Ketegasan, itulah kuncinya. Tahu dan sadar utk membuat batasan. Sehingga, tdk membuat orang lain salah paham dan akhirnya terluka. Seperti yg ditulis di artikel di atas.
Selamat membaca sinyal!!

Sunday, July 6, 2008

Cinta Agape Mentari dan Awan


Cinta Agape Mentari dan Awan


Awan jingga sesungguhnya tidak akan pernah pergi...

Ia akan selalu ada di langit strato, ditemani semilir angin sejuk yang selalu dirindukannya...

Ia tidak akan pernah melupakan sang mentari jingga yang telah membuatnya ada...

Tanpa cahaya sang mentari, tidak akan mungkin awan itu tercipta di bumi...

Tapi, Tuhan telah menakdirkan mentari utk membuat awan yg indah itu menjadi tiada....

Karena, dengan tiadanya awan, akan tercipta kehidupan baru di jagat bumi.

Menjelma menjadi air, elemen dasar bagi bibit-bibit kehidupan tumbuh. Menjadi pelipur lara bagi mereka yang dahaga....

Pada akhirnya, karena matahari pula, air-air murni dan terbening yang muncul dari hara akan menjadi energi untuk terciptanya lagi awan-awan baru.

Demikian adanya siklus kehidupan....

Sebuah cinta bernama agape. Dia tidak akan pernah bisa memiliki. Namun, akan selalu memberi...

Dia bukan perpisahan, melainkan pertemuan.

(Poem by Yulvianus Harjono. Dedicated to mentari jingga)

Wednesday, July 2, 2008

Alone at Last....??!!

Alone at Last....

Tiga kata ini saya tulis besar-besar di profil YM, mulai Rabu (2/7) sore. Gak sampai dua jam, bbrp kawan langsung mengomentari. Mngkn mereka heran, tidak lazimnya saya menaruh status appearence di YM. Ato, emang judulnya "eye catching" Mengusik rasa penasaran...
Mencerminkan diri saya secara aktual bbrp hari terakhir, yang pasti.
Well, jawabannya dalam bentuk sorting neh. Saya paparkan sebagai berikut bwt kawan2 yang penasaran:
1)Alone at my Desk. Desk ini adalah istilah lain dari rubrik atau halaman tempat saya bertanggung jawab secara profesional selaku reporter. Dengan kata lain, beberapa hari terakhir ini memang saya harus kerja pontang-panting di Desk Humaniora Lembar Jabar. Dan, itu sendirian saya kerjakan bbrp hari terakhir. Beberapa rekans yang sebelumnya ditugaskan utk membantu tampaknya juga kewalahan dgn bid-nya masing2. Menyusul kepergian rekans yang teramat hebat utk menimba ilmu di universitas terbesar di negeri ini.
Padhl, bulan Juni-Juli ini sangat banyak isu bid humaniora yg muncul. Mulai dari ujian nasional, UNPK, Penerimaan Siswa Baru, SNMPTN, penerimaan mahasiswa, drafting Raperda Pendidikan, dll yg secara setting (agenda). Tidak boleh ngeluh memang. Tapi, kenyataannya, bid yg di koran lain (daearah) dipegang ma lima orang harus digarap sec solo. Di media saya, saya, rekan dan redaktur memang harus bekerja ekstra keras...Mendorong limitnya, terutama dalam kondisi darurat macam ini. Beban kerjanya triple, nasional, daerah, dan cyber media. Tapi, bersyukur, tenaga saya dibutuhkan maksimal.
2)Alone at Last. Sebuah grup band musik indie dari kota kembang yang beraliran EMO. Well, tdk sembarangan saya sengaja mengutip judul grup band aliran progresif ini. Tapi, bukan hard core-nya yang saya cuplik. Melainkan, jiwa ekspresionis mereka. Keberanian menuangkan emosi dan idealisme mereka dalam sebuah musik. Tidak terjerat dlm paham major label atau musik "pesanan" bergaya populer yg makin menjamur di republik ini....
Yap, dua bulan terakhir ini, saya memang tengah EMO, membiarkan pikiran ini larut terbawa dalam suasana hati dan perasaan. Jiwa melankolic saya tampil mendominasi. Sampai-sampai, seorang sahabat dari masa kecil yg amat peduli saya, Ontanggabe, keras mengkritik. But, this is me my dearest fren...Sometimes, everyone need to be understand, not to blame. Event, he is a complicated guy just ike me.
3)Alone at status. Yeah, i feel free...jombloers...Setelah serangkaian bulan yang menghipnotis, perasaan terharu biru, akhirnya saya kembali pada satu titik ini. Tidak ada penjelasan berikut. Top secret...



Tuesday, July 1, 2008

Menakar Mental "Kere" Warga RI

Menakar Mental "Kere" Warga RI

Tulisan berikut ini bisa jadi sangat subyektif, dari sudut pandang Yulvi, yang hatinya lagi jengkel usai peristiwa di malam pergantian bulan.....

Selasa (30/6) malam. Menjelang waktu pergantian di bulan teristimewa buat saya....
Arloji menujukkan pukul 22.30-an, setiba di kos dari kantor. Kawan saya (bapak kos sebetulnya, cuman masih muda dan pangkeh) sudah memberi isyarat "hang out", begitu saya menenteng handuk menuju kamar mandi.
"Jul, mie ayam yuk," seru dia dari bawah (saya ada di Lt.2).
Hang out di sini adl istilah buat saya dan rekan-rekan di kos utk sekedar nongkrong mengisi waktu tengah malam di burjo atau warung makan kaki lima lainnya. Maklum, sesama anak kos dan "prajurit malam?...hehehe...(jadi curhat daily live neh...hehehe). Bocoran2...
well, waktu dan tempat disepakati...Segeralah kami meluncur, menunggang kuda besi berwarna biru...
Emang dasar jodoh (nasib ato apes?)...rencananya mau mampir ke tukang bakso solo, tiba2 aja pilihan saya jatuhkan ke warung Sate Padang di pinggir Jalan Suci (deket Jalan Jalaprang)...Motor diparkir tepat di depan warung, plus helm2nya...Situasi aman, motor dan perabotannya (???) masih dalam jangkauan pandangan mata...
Belum sampe sate hangat itu dihidangkan, tiba2 saya tersentak. Dengan sekejap, tiba-tiba dua pengendara motor (satunya boncengan), langsung menyambar helm fullface kesayangan saya. Campur aduk kaget, tidak percaya (kok orang nekat yak..?), apalagi itu di depan mata. Saya tdk langsung mengejar. Setelah "sadar", dipanas2i si tukang jualan di sekitarnya, barulah saya geber motor dan mengejar (tapi jangan bayangin film Ghost Rider ya?...hehe)...Ternyata, dah ngacir...Apes!!
Kesimpulannya : Ini sudah helm ketujuh saya yg hilang di kota kembang ini yang sebetulnya warganya sopan2 dan manis2. Bbrp thn lalu, helm serupa dicolong alias dimaling meski sudah saya kunci di bawah jok. Emang dasar maling punya sejuta akal, talinya itu diputus!!! Yang bikin saya heran, kejadian itu hilang di kampus Unpad Dipati Ukur-tempat orang digembleng mental dan akademisnya???.....Kejadian2 helm lainnya yang ilang mayoritas karena kelalaian dan terlalu percaya : taruh di motor tanpa dikunci dan raib digondol orang2 tdk beretika sekali lagi....
Dongkol, jengkel, mengutuki diri sendiri yang ceroboh....
full!Tempat yg kita rasa aman justru jadi titik terlemah kita untuk waspada...Ini pesan moral yang muncul dalam peristiwa ini. Sebagai gambaran penguat, sehari sebelum saya kecolongan helm yg menjadi penunjang kerja dan aktivitas sehari2 saya selaku "tukang keliling", rekan seprofesi dan juga apesnya se-kos juga, kehilangan HP Dopot seri terbaru yang dibelinya dengan gaji sebulan!!....Edannya (pisan!), HP itu ilang di kamar kos, saat doi tengah terlelap di pagi hari...Serupa seperti kasus lainnya, ini terjadi karena kelalaiannya mengunci kamar....
Saya yakin, Anda pun sedikit banyak pernah mengalami hal-hal serupa macam ini. Mulai dari kecopetan, kena tilep helem, kecolongan HP, mpe kena rampok. Terlepas kajian kriminologi, rentetan peristiwa macam ini bagi saya menunjukkan betapa memprihatinkannya mental sebagaian warganegara ini. Mental iri, oportunis, pragmatis dan menghalalkan segala cara. Atau, dengan kata lain, bermasalah dalam living values.
Seringkali kita tidak menyadari, mental2 macam ini telah mendarah daging. Betapa seringnya kita iri saat kawan sendiri mencapai sukses,Tidak jarangnya kita menyogok polisi saat kita kena tilang di jalan, hingga membeli "kerja" saat melamar pegawai negeri....Barangkali, mental utk memiliki hal atau barang yg tidak seharunya kita punya inilah yang menjadi biang merajalelanya praktik KKN di negeri ini. Padahal, aturan KUHP dan berbagai staatblad dari zaman Belanda dlu mengharamkan yg namanya praktik pencurian hingga KKN. Tetapi, apa daya?...
Melakukan mulai dari hal-hal kecil saja tidak takut, apalagi yang besar?....Dengan iming-iming tumpukan rupiah yang jauh lebih besar?....
Jika mental ini tidak segera dibenahi, berpulang dari diri sendiri, saya pesimis, negara ini dapat tumbuh dan berkembang layaknya gemeinschaft di negara lain. Gak usah menilik Jepang, RRC, atau Malaysia...Terlalu naif!...Jika perubahan itu tdk dimulai dari diri sendiri. Di negara lain, iri atau inferioritas diarahkans ecara positif untuk melecut semangat bersaing. Suskes dicontohkan Jepang dan RRC...
Satu-satunya yang bisa diandalkan adalah titah agama. Di agama saya, jelas-jelas mental priyayi macam di atas itu amat dibenci Tuhan. "Janganlah mengingini rumah sesamamu. Dan, jangan pula mengingini isterinya..." demikian sabda Tuhan di dalam 10 Perintah Allah yang disampaikan melalui Musa....
Tapi, selain berdoa, satu-satunya cara efektif menangkali diri dari dampak negatif orang-orang bermental kere ini adalah WASPADA....
waspada..waspada, kejahatan muncul juga karena kesempatan....!!!!