Sunday, May 11, 2008

Open Source di Kalangan Muda...




Mereka yang Mandiri dan Anti-Membajak

by : Yulvianus Harjono (Kompas, November 24, 2007)

Piranti lunak atau software komputer, bagi banyak orang, bukanlah sesuatu yang asing lagi. Keberadaannya terasa vital. Tanpa software, komputer hanyalah benda kosong. Tidak bisa bekerja, apalagi menjalankan internet. Namun, hanya sedikit yang menyadari hal itu.

Apalagi, menyadari software yang digunakan itu legal atau tidak. Data Asosiasi Perusahaan Komputer Indonesia (Akomindo) menunjukkan, sekitar 88 persen perangkat komputer (5 juta unit) di Indonesia menggunakan software bajakan. Pembajakan seolah menjadi hal biasa, bahkan tren.

Hanya segelintir, dari 12 persen itu, yang kemudian mengambil alternatif lain. Yaitu, memanfaatkan open source (software berbasis kode terbuka). Sistem operasi dari open source dapat digunduh (download) dan disebarluaskan secara bebas. Karena basis kodenya terbuka, sistem operasi jenis ini dapat dimuktahirkan dan dikembangkan kapan pun maupun oleh siapa pun.

Idealisme kemandirian dan anti-pembajakan inilah yang selanjutnya menciptakan berbagai komunitas open source. Baik sekedar end user (pemakai) atau pun pengembang. Di Bandung misalnya, saat ini terdapat sedikitnya tiga komunitas umum pengguna open source, yaitu Klub Linux Bandung (KLub), Open Suse, dan Komunitas Ubuntu Bandung.

Bagi mereka, open source bukan sekedar software, melainkan juga sikap hidup, identitas dan harga diri. ”Siapa sih yang mau karyanya dibajak ? Makanya, harus kita mulai dari hal yang kecil. Menghargai karya orang lain. Kalau tidak kita sendiri, maka siapa lagi,” ujar Zahris (22), anggota KluB dan mahasiswa Universitas Ilmu Komputer.

Menurut Rolly Maulana Awangga (21), anggota lainnya, kemandirian merupakan salah satu perbedaan prinsip pengguna open source dibandingkan software proprietary (Microsoft). ”Software Microsoft hanya membuat kita konsumtif. Berbeda dengan open source yang kadang memaksa pemakainya juga menjadi pengembang. Melatih kita terus belajar,” ucap Ketua Linux User Group (LUG) STT Telkom ini.

Pasang surut

Eksistensi komunitas open source termasuk KluB ini, mengalami pasang surut seiring kondisi makro. Melonjak di masa kampanye besar-besaran terhadap HAKI dan sweeping software bajakan. Meredup (vakum) beberapa tahun kemudian. Kini, mulai kembali tumbuh seiring program Indonesia Goes Open Source (IGOS) yang telah digalakkan pemerintah dengan leading sector-nya Kementrian Riset dan Teknologi.

Ketua KluB Gian Sugiana (22) mengatakan, anggota KluB saat ini mencapai 75 orang. Itu belum termasuk yang tidak terdaftar. Mayoritas anggotanya berlatar belakang mahasiswa, terutama universitas teknik. Sebelum memiliki wadah baru di Pusat IGOS di Bandung Elektronik Mall (Be Mall), mereka biasa nongkrong di Common Room.

”Kegiatan rutin kita adalah clubbing, yaitu ngumpul-ngumpul sekalian ngoprek (mengotak-atik). Itu kalau ada distro (aplikasi) yang baru. Kalau tidak, sekedar sharing,” ucap mahasiswa STMIK AMIK Bandung ini. Kocek yang terbatas, idealisme dan rasa keingintahuan luas, menjadi unsur pengikat para anggotanya.

Study group, merupakan salah satu tujuan dari komunitas ini. Karena itu, mereka tidak membatasi diri. Keanggotaan terbuka luas. Baik sekedar konsultasi, curhat, atau belajar coding (membuat kode program). Namun, akhir-akhir ini, kampanye pemanfaatan open source menjadi kegiatan utama.

Dalam beberapa kali kesempatan, komunitas ini terjun ke sekolah-sekolah guna memberi klinik (pengenalan) penggunaan open source. Terakhir, dilakukan di SMAN 12 Kota Bandung-salah satu pilot project sekolah berbasis open source.

Kadang, memanfaatkan momentum pameran untuk mendulang uang dari hasil penjualan hasil duplikasi program, pernak-pernik, dan panduan tentang open source. Di Pameran Bnadung Com Tech lalu misalnya, dalam sehari, mereka bisa mendulang omzet RP 1 juta per hari. ”Hasilnya ? Ya buat ongkos lelah dan sebagian masuk ke komunitas,” ucap Rolly.

Berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, saat ini, banyak varian open source yang dikembangkan. Baik aplikasi server, client PC, desktop, hingga games. Di tangan komunitas open source, baik umum maupun perguruan tinggi, lahir ciptaan baru distro macam Lontong Linux ataupun Jubrix. Sudah saatnya memang, muncul tren menghargai hasil karya intelektual. Kalau tidak sekarang, kapan lagi ?(Kompas Copyright)

No comments: