Kisah Lahirnya Bayi
(by : Yulvianus Harjono)
Bayi itu terlahir ke bumi.
Ia tercipta dari benih-benih kasih paling hakiki di jagat raya ini.
Terlahir sempurna melalui rahim hati.
Dibuahi oleh matahari senja yang muncul di pagi hari.
Bayi itu sungguh mungil.
Sehingga, tidak ada satu pun orang menyadari ia hadir.
Kecuali, aku dan Tuhanku.
Ia sangat putih, semurni tetes embun yang menghilangkan dahaga burung kolibri.
Sesungguhnya, ia terlahir prematur.
Kehadirannya sama sekali tidak terduga, apalagi diinginkan.
Sekalipun itu oleh pemimpi besar macam aku ini.
Ia muncul begitu saja sebagai janin.
Seperti ledakan besar yang melahirkan alam semesta.
Ia terlahir tanpa kelamin, suku, apalagi agama.
Bahkan, nama saja tidak ia punya.
Ia tidak memiliki ayah, juga ibu. Terlahir sebatang kara di bumi ini.
Hanya satu identitasnya : sang putra dari mata hati.
Demikian pula aku biasa memanggilnya.
Kelahirannya sungguh mendatangkan sukacita bagiku.
Ia menciptakan pelangi dan horizon berwarna biru yang selalu kurindukan usai badai datang menyapu.
Membuatku selalu bersemangat menyambut pagi dan terik mentari.
Membuatku bersedia menukar waktu sisa hidupku dengan segelintir hari ketika ia hadir.
Tetapi, keluguan dan ketulusannya membuat banyak orang iri dan dengki.
Mereka sibuk membuat aturan, sistem dan kontelasi yang demi upaya melumpuhkannya.
Agar, tidak tumbuh menjadi dewasa dan bisa menjungkirbalikkan paham komunal.
Ia sungguh demikian dibenci.
Itulah mengapa kemunculannya sempat aku tangisi.
Diiringi tetes-tetes airmata yang hadir dari sanubari.
Karena, aku khawatir dan yakin, ia akan segera mati.
Tidak akan sanggup bertahan hidup di muka bumi ini.
Dunia yang sungguh keji, dimana tidak ada satu orang pun peduli.
Tidak terkecuali sang mentari.
Tetapi, ia tetap bayiku.
Bayi yang mencerminkan nurani, bukan biologi.
Aku akan sekuat tenaga mencegah maut menjemputnya.
Akan kucoba menghidupi dia dengan energi kasih, dasar dari seluruh penciptaan.
Dia akan kubesarkan di dalam rumah yang paling indah dan nyaman.
Sebuah kediaman yang tidak terjangkau materi dan iri dengki manusia.
Di situ ia akan tinggal selamanya.
Sebuah rumah yang bernama : Hati.
(Dedicated to Love)
NB : Tidak dianjurkan meniru prosa ini. Dijamin pusing tujuh keliling!!!
(by : Yulvianus Harjono)
Bayi itu terlahir ke bumi.
Ia tercipta dari benih-benih kasih paling hakiki di jagat raya ini.
Terlahir sempurna melalui rahim hati.
Dibuahi oleh matahari senja yang muncul di pagi hari.
Bayi itu sungguh mungil.
Sehingga, tidak ada satu pun orang menyadari ia hadir.
Kecuali, aku dan Tuhanku.
Ia sangat putih, semurni tetes embun yang menghilangkan dahaga burung kolibri.
Sesungguhnya, ia terlahir prematur.
Kehadirannya sama sekali tidak terduga, apalagi diinginkan.
Sekalipun itu oleh pemimpi besar macam aku ini.
Ia muncul begitu saja sebagai janin.
Seperti ledakan besar yang melahirkan alam semesta.
Ia terlahir tanpa kelamin, suku, apalagi agama.
Bahkan, nama saja tidak ia punya.
Ia tidak memiliki ayah, juga ibu. Terlahir sebatang kara di bumi ini.
Hanya satu identitasnya : sang putra dari mata hati.
Demikian pula aku biasa memanggilnya.
Kelahirannya sungguh mendatangkan sukacita bagiku.
Ia menciptakan pelangi dan horizon berwarna biru yang selalu kurindukan usai badai datang menyapu.
Membuatku selalu bersemangat menyambut pagi dan terik mentari.
Membuatku bersedia menukar waktu sisa hidupku dengan segelintir hari ketika ia hadir.
Tetapi, keluguan dan ketulusannya membuat banyak orang iri dan dengki.
Mereka sibuk membuat aturan, sistem dan kontelasi yang demi upaya melumpuhkannya.
Agar, tidak tumbuh menjadi dewasa dan bisa menjungkirbalikkan paham komunal.
Ia sungguh demikian dibenci.
Itulah mengapa kemunculannya sempat aku tangisi.
Diiringi tetes-tetes airmata yang hadir dari sanubari.
Karena, aku khawatir dan yakin, ia akan segera mati.
Tidak akan sanggup bertahan hidup di muka bumi ini.
Dunia yang sungguh keji, dimana tidak ada satu orang pun peduli.
Tidak terkecuali sang mentari.
Tetapi, ia tetap bayiku.
Bayi yang mencerminkan nurani, bukan biologi.
Aku akan sekuat tenaga mencegah maut menjemputnya.
Akan kucoba menghidupi dia dengan energi kasih, dasar dari seluruh penciptaan.
Dia akan kubesarkan di dalam rumah yang paling indah dan nyaman.
Sebuah kediaman yang tidak terjangkau materi dan iri dengki manusia.
Di situ ia akan tinggal selamanya.
Sebuah rumah yang bernama : Hati.
(Dedicated to Love)
NB : Tidak dianjurkan meniru prosa ini. Dijamin pusing tujuh keliling!!!
Yulvi Wrote :
Bagian yang paling gw suka dari blog ini. Untuk pertama kalinya, karya prosa akan gw berikan ulasannya. Yah, kayak resensi buku ato karya gitu..ceile...(narsis!!)
Belajar dari pengalaman, tidak sedikit kawan yang bertanya-tanya dan bingung tentang isi dan makna prosa2 terdahulu. Tulisan itu sulit dimaknai, apalagi dikomentari, karena berisi kontemplasi hati dan pikiran yang kebetulan dituangkan dalam gaya metafora. Yah, mirip-mirip karya lukis aliran ekspresionisme ala Affandi ato Pablo Picasso dengan penekanan konsep-nya...Tepat sekali, konsep, itulah intinya dari karya2 prosa yang katanya sulit dimengerti ini.
Nah, karya "Kisah Lahirnya Bayi" ini bukanlah harfiah tentang proses biologis lahirnya seorang manusia baru atau baby. Edan apa?...
Melainkan, sebuah ungkapan tentang lahirnya sebuah cinta yang tulus. Ia muncul memang secara tidak terduga. Tidak satu pun orang, bahkan paranormal, bisa menebak kehadiran benda yang satu ini pada diri manusia. Yak tul?...
Entah, itu sekedar cinta monyet, agape, ato eros punya.
Yah, ketika dia hadir di tengah-tengah kita...tidak satu pun orang kuasa menolaknya. Layaknya kelahiran bayi. Ia bisa dibenci sekaligus disayangi. Tergantung ikatan emosi dan persepsi anda saat memaknai....
Seperti Shakespeare pernah ungkapkan dalam Merchant of Venice : "Love is blind, and lovers cannot see". Ya, ia tidak mengenal politik, bangsa, suku, agama, bahkan jenis (buat golongan tertentu..peace!). Dan, tidak ada rumus, apalagi alogaritma, buat yang satu ini.
Tetapi, yang terpenting, hati tidak akan sampai ikut buta untuk menafikannya...
Belajar dari pengalaman, tidak sedikit kawan yang bertanya-tanya dan bingung tentang isi dan makna prosa2 terdahulu. Tulisan itu sulit dimaknai, apalagi dikomentari, karena berisi kontemplasi hati dan pikiran yang kebetulan dituangkan dalam gaya metafora. Yah, mirip-mirip karya lukis aliran ekspresionisme ala Affandi ato Pablo Picasso dengan penekanan konsep-nya...Tepat sekali, konsep, itulah intinya dari karya2 prosa yang katanya sulit dimengerti ini.
Nah, karya "Kisah Lahirnya Bayi" ini bukanlah harfiah tentang proses biologis lahirnya seorang manusia baru atau baby. Edan apa?...
Melainkan, sebuah ungkapan tentang lahirnya sebuah cinta yang tulus. Ia muncul memang secara tidak terduga. Tidak satu pun orang, bahkan paranormal, bisa menebak kehadiran benda yang satu ini pada diri manusia. Yak tul?...
Entah, itu sekedar cinta monyet, agape, ato eros punya.
Yah, ketika dia hadir di tengah-tengah kita...tidak satu pun orang kuasa menolaknya. Layaknya kelahiran bayi. Ia bisa dibenci sekaligus disayangi. Tergantung ikatan emosi dan persepsi anda saat memaknai....
Seperti Shakespeare pernah ungkapkan dalam Merchant of Venice : "Love is blind, and lovers cannot see". Ya, ia tidak mengenal politik, bangsa, suku, agama, bahkan jenis (buat golongan tertentu..peace!). Dan, tidak ada rumus, apalagi alogaritma, buat yang satu ini.
Tetapi, yang terpenting, hati tidak akan sampai ikut buta untuk menafikannya...
No comments:
Post a Comment