Tuesday, July 22, 2008

Saatnya ”Turun” dari Panggung Orasi

Pemilu 2009
Saatnya ”Turun” dari Panggung Orasi

Di Pemilihan Umum 2004, Partai Golkar tampil sebagai kampiun di Jawa Barat. Hasil perolehan 5, 7 juta suara, 24 kursi di tingkat pusat dan 28 kursi di provinsi sulit ditandingi partai manapun. Akhirnya, menjadi ”tulang punggung” kemenangan partai berlambang beringin ini di tingkat nasional.

Memasuki Pemilu 2009, di Jabar, Partai Golkar tidak lagi tampil se-”pede” dulu. Apa pasal? Tidak lain, ini karena kekalahan telak dalam Pemilihan Kepala Daerah Jabar, beberapa bulan lalu. Perolehan suara yang masuk pun hanya 4,49 juta orang. Padahal, di sisi lain, jumlah pemilih tetap bertambah dan begitu pun potensi suara yang muncul dari hasil koalisi partai.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jabar Uu Rukmana, Minggu (20/7) mengatakan, hasil Pilkada Jabar itu memaksa seluruh pimpinan dan fungsionaris di tubuh Partai Golkar berintropeksi diri. Terlepas dari adanya dalih, di dalam Pilkada, faktor figur jauh lebih menentukan ketimbang infrastruktur partai. Hal yang tidak lazim terjadi pada Pemilu Legisiatif.

Hasil ini pun memaksa partai bernomor urut 23 di Pemilu 2009 ini mengubah paradigma di dalam merekruit calon-calon kader yang akan dijagokan baik di dalam Pilkada kabupaten/kota maupun Pemilu Legisiatif tingkat nasional maupun daerah. ”Bukan lagi zamannya kader menunggang partai (Golkar) untuk bisa besar. Sebaliknya, Golkar kini butuh orang-orang yang berteladan untuk membesarkan partai,” ujarnya.

Selektifitas ini ikut menjadi salah satu alasan DPP Partai Golkar Jabar hingga kini belum menentukan bakal calon legisiatif untuk diajukan ke tingkat pusat maupun daerah. Fokus di hari-hari pertama masa kampanye lebih diarahkan pada konsolidasi dan strategi pemenangan pemilu. Paradigma baru berkampanye pun ikut dimunculkan.

”Ke depan, tidak ada lagi kampanye yang sekedar gagah-gagahan di panggung. Hany berorasi. Sebaliknya, akan lebih diarahkan pada program yang langsung berkaitan dengan masyarakat,” ucapnya. Paradigma baru ini jelas akan memaksa politisi dan kader untuk ”turun” panggung. Lebih sering mengunjungi konstituen dan masyarakat pemilih.

Program-program ”kecil” macam bakti sosial, sumbangan atau bantuan-bantuan, pengajian, isu kesetaraan gender hingga pertandingan olahraga bakal dibidik. Delapan kemenangan dari total 16 pilkada yang telah diselenggarakan di Jabar dijadikan modal tambahan. Wilayah-wilayah sentral macam Bandung, Priangan Timur, dan Pantura tetap jadi fokus garapan untuk mendulang suara.

Partai baru

Perjuangan Golkar untuk mempertahankan kemenangan di Jabar tentu tidak akan mudah. Bertambahnya jumlah peserta Pemilu 2009 (kini diikuti 34 partai politik), dimana 18 diantaranya adalah parpol baru, menjadi salah satu faktornya. Beberapa parpol baru itu bahkan optimis mampu meraih sukses di Pemilu 2009 mendatang.

Lagi-lagi, program kongkrit dan keberpihakan ke masyarakat langsung dijadikan jargonnya. Ini salah satunya ikut dimunculkan Partai Hanura. Menurut Ketua DPD Partai Hanura Jabar Prof. Karhi Nisjar, partainya siap tampil beda. ”Kami akan menjawab apa harapan dan keluhan masyarakat,” tuturnya. Implikasinya, program kampanye yang akan dijalankan nanti pun diarahkan ke hal-hal yang bersifat riil.

”Berbagi dalam aksi. Itu prinsip kami. Kami punya kelebihan apa, itulah yang akan dibagi ke masyarakat.meski hanya kecil. Kampanye tidak akan obral janji,” ujarnya. Kegiatan macam pengobatan gratis dan bagi-bagi sembako seperti dilakukan pekan lalu kepada 500 tukang becak di Bandung akan lebih sering dilakukan. Termasuk, kegiatan pemberdayaan usaha kecil. Percontohan ladang singkong untuk menyerap banyak tenaga kerja dan proyek energi alternatif di wilayah Garut Selatan dijadikan program andalan.

Menurut pengamat politik dari Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Dede Mariana, perubahan strategi parpol, termasuk Golkar, merupakan hal yang wajar. Biasa terjadi dalam politik. Namun, yang sebetulnya perlu dicermati, adalah bagaimana caranya meyakinkan dan memikat publik dengan jargon baru itu.

”Publik kan butuh kepastian. Misalnya, dengan memilih Partai Golkar, mendapat jaminan kesehatan. Masyaraat kan mulai jenuh dengan politik-politik itu-itu saja. Tidak pararel dengan kesejahteraan. Tantangan bagi parpol menciptakan jaminan itu,” tutur Dede. Dengan kata lain, kepercayaan tetap jadi faktor utama. Bukanlah sekedar memikat dalam waktu singkat (kampanye).(Yulvianus Harjono)

No comments: