Sunday, July 13, 2008

Menguji Kesetiaan Merpati Lewat Balap



Menguji Kesetiaan Merpati Lewat Balap

Suasana tiba-tiba menjadi riuh begitu ”Tupai Jordan” menginjakkan kakinya di matras. Ia hanya berselisih cepat sekitar 1 detik dari lawannya : ”Limper”. Kedua nama ini disegani di kalangan penggemar burung merpati di wilayah Muararajeun, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung.

Secepat laju merpati pula, air dari ember menyambangi sang joki dan pemiliknya. Tiada yang lebih istimewa selain prosesi penyiraman air ini untuk ”menghormati” sang pemenang. Demikian cuplikan Lomba Balap Merpati yang diadakan puluhan penggemar burung merpati di Lapangan Baeli, Muararajeun, Minggu (6/7) siang.

Tiap dua minggu sekali, satu-satunya ruang terbuka di wilayah padat pemukiman penduduk ini dipadati para penggemar burung merpati tinggi, yaitu jenis diperlombakan berdasarkan ketangkasannya terbang cepat dan tinggi. Pemenang ditentukan dari berhasil tidaknya ia melesat cepat ke matras, yaitu target yang ditentukan.

Namun, sang merpati harus melewati bagian atas rintangan berbentuk segi empat untuk qualified. Padahal, batas rintangannya hanya seluas 11 x 11 meter persegi. Artinya, dalam kecepatan terbang 60 kilometer per jam, merpati bermanuver terbang 90 derajat ke bawah menuju matras. Cepat saja, tetapi gagal melewati rintangan, akan jadi percuma.

Hebatnya, burung merpati yang diterbangkan jauh dari jarak 1,75 kilometer ini dapat kembali ke tempat sasaran dengan tepat. Burung yang sudah jago, dihargai sangat tinggi. Tupai Jordan yang berumur dua tahun misalnya, pernah ditawar Rp 5 juta. Ia telah memenangkan lomba ini berkali-kali. Jika bisa menang lomba ”Perang Bintang” atau jago-jagonya merpati, harga akan terus meningkat mencapai puluhan juta rupiah.

Menurut Joy (41), penggemar merpati tinggi, diperlukan bakat si burung ditambah latihan, guna menghasilkan kemampuan bermanuver cepat dan tepat sasaran seperti yang dibutuhkan dalam lomba. ”Sejak umur satu tahun, burung dilatih dan dibiasakan diadu,” ujarnya. Agar dapat tepat sasaran, digunakan ”pemancing” yang tidak lain merpati betina sebagai pasangannya.

Tidak pernah ingkar janji

”Merpati tidak pernah ingkar janji. Ia akan selalu kembali ke pasangannya,” ucap Joy. Ucapannya memang beralasan. Merpati dikenal sebagai hewan monogami. Pasangan hanya sekali seumur hidup. Merpati tinggi atau balap biasanya telah dipasang-pasangkan mulai umur 6 bulan. Jika suatu ketika sang betina mati, mau tidak mau harus dicarikan pengganti yang sama baik bentuk, warna, ukuran, dan jenisnya. Kandangnya pun dibuat sepaket (bertingkat).

Burung merpati (columbia livia), menurut hasil riset Tim Guilford, peneliti dari Universitas Oxford, memiliki kemampuan navigasi alami melalui bantuan gravitasi bumi dan cahaya matahari. Layaknya alat global positioning system (GPS) yang berbasis satelit di kendaraan bermotor. Inilah yang menjawab mengapa merpati bisa menentukan lokasi rumah dan pasangannya secara tepat.

Menurut Abah Ajim, Ketua Paguyuban Penggemar Merpati Baeli, tradisi lomba merpati di Baeli ini diturunkan sejak lama. Merpati menjadi alternatif hiburan murah dan menyenangkan. Komunitas penggemar merpati di Baeli ini mencapai 150 orang. Mereka terdiri dari beragam profesi mulai pengusaha sablon, tukang jahit, satpam, polisi, penjaga warung, sampai tukang jajanan. Mereka berdatangan dari berbagai daerah di Bandung.

Flu burung

Dalam sekali perlombaan, pemenang bisa membawa pulang hadiah berupa uang tabungan Rp 500 ribu atau televisi 21 inci. Biaya pendaftaran lomba Rp 16 ribu. Namun, ia membantah, hobi ini ibaratnya judi. ”Hadiah itu mah sekedar hiburan. Kalau merpati kita bisa juara terus kan otomatis harganya mahal. Dan, bangga,” ujar Ajim.

Mengingat berharganya merpati, pemeliharannya pun tidak sembarangan. Burung ini pun diberi suplemen berupa jamu-jamuan sebelum bertanding. Juga, rutin divaksin tiap tiga bulan sekali. Kandangnya pun dibersihkan tiap minggu. Tujuannya itu menjaga kebugaran merpati sekaligus menghindari flu burung.

Yogi Aditya (20), mewakili kaum remaja, pun tidak ragu menekuni hobi merpati ini. ”Lebih positif daripada hobi yang macam-macam (negatif),” tutur mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Bandung ini. Sebuah bukti, hobi ini melintasi batas usia, golongan ekonomi, dan wilayah.(Yulvianus Harjono)

No comments: