Sunday, August 17, 2008

Nostagia Angkringan di Bandung


Here we goes....
Serve a new stories for u all!!
Enjoy it!!

Primordial...Sebuah kata yang sering kita dengar sehari-hari di telinga kita...
Dalam buku ajar, berbagai literatur, dan wejangan guru-guru PPKN yang sering kita dengar, chauvinis (kesukuan, dsb) adalah hal yg tidak dianggap tdk baik...
Pdhl, faktanya, chauvinis ini demikian nyata di dalam kehidupan kita sehari-hari...Dia menjelma dlm berbagai bentuk. Nepotisme, persahabatan, sampai ke hal kecil macam frenchise alias jaringan warung makan ala tradisional punya!! Sebut saja burjo, warung padang, warteg, lapo, dan warung nasi sunda...
Lidah kita pun secara sadar atau tidak sadar menuntun kita ke gejala primordial.
Gak percaya?? Tengok ke diri pribadi sendiri aja. Pernahkah suatu ketika kita berada di suatu daerah (di luar neigborhood atau t4 kelahiran), mesti merindukan tempat2 dimaksud...Bukan hanya jenis makanan, tetapi suasana yg mengantarkan kita ke romantika nostalgia...
Baru2 ini saya tengah merasakannya....
Sebuah kesan mendalam, nostalgia, yg muncul dari sebuah gerobak dorong yg populer : angkringan. Di Bandung, tempat makan khas tradisional dari daerah jawa (jateng dan jatim) ini memang tdk-lah common. Dan, saya pun sebelumya tdk pernah menyangka warung yang disebut HIK (Hidangan Istimewa Kampung) di Solo atau dikenal pula dgn nama Wedangan di bagian jawa lainnya ini betul2 eksis di ibukota priangan ini!!!
Adalah reuni pula yg mengantarkan saya ke tempat makan favorit saya di jaman perjuangan (kuliah) dulu ini. Tempat nongkrong paling asyik ini ditunjukkan seorang kawan dari kawan. Ia mengambil program doktor di ITB. Seorang jawa (maaf primordial) tulen pula..
Tidak disangka, di deket kawasan Balubur (ITB) ternyata berdiri sebuah angkringan. Selama saya tinggal 3 thn di Bandung, tdk pernah sadar ternyata ada juga angkringan. "Memang baru-baru ini (buka)," ujar kawan saya seolah-olah menjawab keheranan saya...
Rasa antusiasme sangatlah meluap2 saat tahu dan berpindah ke angkringan itu.
Apalagi, bbrp menit sebelumnya, saat nongkrong berempat (orang) di tempat sebelumnya, Jumat malam itu, kami sampai harus menelan ludah. Bayangkan, bisa2nya kami diusir dari sebuah warung makan tenda lokal krn si pelayan beralasan warung itu diantre!!! Untung saja, kami2 ini sabar dan berintelektual tinggi (caelah) sehingga tdk tersinggung dgn pengusiran itu...
Sungguh, sebuah perlakuan yg tidak ramah!!!
Akhirnya, asa utk meluangkan waktu bereuni ria di kota "orang" dilanjutkan ke tempat nongkrong lainnya : si warung angkringan!!

Bentuknya sungguh tidak jauh beda dengan angkringan2 pada umumnya. Lengkap dgn gerobak, roda, kursi2 panjang, dan tikar2 yang digelar buat "lesehan"...Menu yang disajikan pun tdk jauh beda. Ada sang pamungkas sego kucing dgn ragam variasi isi (meski yg satu ini terlihat lebih kecil) dengan berbagai lauk macam jeroan seperti sate usus dan ati, serta gorengan. Tidak lupa, berbagai minuman penghangat maca wedang jahe, teh, dan kopi. Dan, semuanya itu disajikan hangat berkat anglo tradisional yg ikut dibawanya....
Tidak terasa, satu persatu lauk, nasi kucing pun habis tersantap. Tidak terasa jika malam itu tengah dingin-dinginnya. Dihangatkan suasana nostalgia dan keakraban para penikmat angkringan. Dosen, wartawan, PNS, guru, sampai mahasiswa (ITB tentunya) cair dalam suasana
yang hangat saat itu. Semua saja bisa bebas tertawa hingga sumpah menyumpah ala jawa. Tidak ada table manor, tdk ada sungkan kaki kita di angkat hingga ke atas bangku. Tdk ada yang akan menegur atau mengingatkan kita terlalu lama di sana...
Semuanya tersaji dalam bungkus egaliter dan kehangatan bersamaan masuknya seteguk jahe susu hangat di kerongkongan saya. Pikiran saya pun warping ke suasana delapan thn lalu saat masih menimba ilmu di Solo. Seorang kawan bercerita ttg pengalaman berkeliling dunia saat menimba ilmu. Namun, tdk pernah bisa menandingi kesan spesial seperti kehangatan saat "nongkrong" di warung sederhana macam ini ini di sebuah daerah di Yogyakarta....
Perasaan sama yg saya alami. Bagi saya sendiri, angkringan, HIK, wedangan, atau apa pun orang menyebutnya, bukan sekedar sebuah tempat makan yang menghilangkan dahaga. Di tempat inilah saya pernah menghabiskan waktu bersosialisasi, belajar bahasa jawa, dan memahami kultur jawa. Tempat yang paliung nikmat untuk curhat sekaligus pula belajar. Tempat yang pernah saya gunakan bersama kawan2 untuk merancang sebuah ide liar ttg "pergerakan" di kampus....Saat di Solo pun, tdk pernah terpikir utk jenuh menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan sampai menunggu ayam berkokok di tenpat ini bersama kawan2...
Di sekitar Kampus Universitas Sebelaws Maret (UNS) ada sejumlah spot angkringan favorit saya. Sebut saja di belakang NH yg kadang dilengkapi televisi saat hari2 ramai bola, ada pula di depan kampus, di belakang kampus, di dekat Bonbin, di belakang kampus STSI Surakarta, Pak Gimun "Asrama UNS" dan yang tersering Pak Slamet di depan Kos Argo Lawu di Ngoresan, Jebres (miss the "rica-rica ayam")....
Sebuah tempat saya mengasah rasa, karsa, sekaligus intelektualitas...Sebuah melting pot yang menyatukan keragaman pola pikir, bahasa, suku dalam satu ragam budaya primordialisme dan egaliter!!! Hal-hal besar yang hanya muncul dari sebuah kesederhanaan tempat warung makan yang murah dan meriah.
Sebuah gugatan dan refleksi ttg makna primordial itu sendiri....

(foto hanyalah ilustrasi..dasar sial poto-nya terhapus en lum sempet mampir ke sana lagi)

6 comments:

Nanik said...

wah, di bandung ada angkringan ya, jon...seru juga tuw. oya jon, aku punya PR untukmu. kerjain yak. kunjungi blog-ku ya untuk tau apa PR-nya :P

Anonymous said...

mas, kayaknya lebih seru ngangkring di kota asal deh, Jogja, misalnya. :)

Flame said...

jon, ajak2 dong kalu hang out di sono hehe..

Anonymous said...

permisi, maaf sya ikut, gimana kalo sabtu besok ke angkringan, mbak nanik yang traktir....horeeee

Yulvianus Harjono (JON) said...

Gak seperti di daerah asalnya...
Angkringan yg satu ini punya menu trbatas dan yg pasti gak bisa buat nongkrong mpe saban pagi (kukut2 jam 10 malem)....Seperti yg biasa saya lakukan zaman dulu.
Kuangennnn angkringan Solo,Yogya, Klaten,Semarang,........hiks.

Anonymous said...

jadi enaknya gimana mas?