Bukan rahasia lagi jika sang pangeran katak mengagumi bintang-bintang nan gemilang di angkasa.
Bintang yang cahayanya berwarnai-warni, nan kemilau temaram di malam hari.
Matahari, demikian nama bintang di Tata Surya ini yang pernah mempesonanya dan memberikan asa.
Namun, sang katak takut matahari ini. Sinarnya yang terik beberapa kali nyaris menghabisi.
Katak kini bersembunyi di malam hari, ditemani semilir angin yang dinginnya menghujam.
Hanya bintang pilihan hati yang mampu menghapus luka lamanya dan memberikannya energi.
Tapi, tidak mudah memilih yang tepat. Di Bima Sakti saja ada 200 miliar mentari bersinar temaram.
Sang katak pun gelisah. Bagaimana mungkin ia menemukan bintang yang tepat sesuai pilihan hati?
Di tengah kegelisahannya, tiba-tiba ia menjumpai secercah sinar hangat di ufuk memberi harapan.
Pancaran sinar darinya sungguh unik. Ia tidak menyilaukan, namun mampu menerangi seisi malam.
Dia tidak berada jauh, jutaan ataupun miliaran tahun cahaya jauhnya dari Bumi.
Ia berada sungguh dekat, bahkan sehari-hari selalu memperhatikannya dan mengitari.
Dialah sang Dewi Bulan.
Dewi yang sejak zaman penciptaan selalu dipuja banyak mahkluk di Bumi.
Sang katak pun segera yakin, dia lah sang pemberi energi pilihan Tuhan.
Energi Bulan yang sesungguhnya menjaga kehidupan segenap makhluk Bumi, termasuk ia sendiri.
Bulan-lah yang menjaga keseimbangan energi poros Bumi, berputar di sumbu 23 derajat.
Sang Dewi pula yang mengontrol evolusi Bumi sehingga menciptakan iklim yang bersahabat.
Tanpa sang Dewi, Bumi dan mahkluk di dalamnya, termasuk sang katak akan kehilangan kendali.
Dan yang pasti, tanpanya, suasana di langit malam akan sepi dan mati.
Katak dan sang Dewi Bulan pun saling mengisi dan sama-sama mengagumi.
Katak kagum akan kesetiaan Bulan dan pancaran sinarnya yang lembut dan tidak pernah padam.
Bulan pun jatuh hati ke katak yang meski buruk rupa, namun selalu menghadirkan ceria dan nyanyi.
Cerita cinta sang katak dan Dewi Bulan ini tersiar, menjadi legenda yang mengisi waktu malam.
Karena, sesungguhnya, sang katak adalah belahan jiwa sang Dewi Bulan.
Mereka tercipta dari materi yang sama.
Bulan sesungguhnya terbentuk dari lontaran material di Bumi akibat hantaman saat masa penciptaan.
Itulah mengapa, Bulan akan selalu berevolusi mengitari Bumi dan menerangi seisinya.
Namun, karena kehendak Tuhan pula, mereka tidak ditakdirkan untuk selamanya bersama.
Lambat laun, perlahan tapi pasti, Bulan akan menjauh dari Bumi dengan laju 3,8 Cm per tahun.
Ini terjadi akibat dorongan gaya pasang surut Bumi dan tarikan dark matter yang sangat kasat mata.
Inilah yang dinamakan konspirasi jagat raya, yang diciptakan Tuhan.
Sang katak pun kembali kehilangan asa, Dewi Bulan sungguh tidak kuasa melawannya.
Terbangun dari mimpi, mereka pun terjaga dan segera menyerah dengan keadaan.
Di jagat raya ini, cinta mereka tidak akan pernah bersatu di masa yang fana.
Waktu pun berjalan, menyerah dengan keadaan, keduanya saling mengucapkan kata perpisahan.
Tetapi, selayaknya belahan jiwa, sesungguhnya tidak ada perpisahan nyata di antara keduanya.
Dari kejauhan, sang Dewi akan selalu mengamati dan menyinari malam-malam sang pangeran.
Dari Bumi pula, sang katak akan selalu bernyanyi untuk Bulan, meskipun itu amat menyayat hatinya.
Untuk itulah, sekarang dan selamanya, sang pangeran katak akan merindukan Bulan...
(Dedicated to Adek, Dewi Bulan-ku)
Written by Yulvianus Harjono